Pitutur Bambu Borobudur
QR Code

Beranda | Pitutur Bambu Borobudur 2022 | Lorong Jataka |Kisah pengorbanan untuk induk harimau

Kisah pengorbanan untuk induk harimau

Proses Pembuatan Lampion 'Harimau' yang dipasang di Lorong Jataka
Suasana Lorong Jataka yang di malam hari

Lorong masuk Pitutur Bambu Borobudur ini terinspirasi dari relief Jataka di candi Borobudur. Dalam relief jataka, berisi ukiran fabel (cerita dengan hewan sebagai penokohannya) yang menggambarkan kehidupan Sidharta Gautama dalam wujud tokoh hewan dengan perwatakan adiluhung yang dapat dijadikan teladan bagi setiap orang. Cerita tersebut memang syarat dengan kandungan makna dan nilai-nilai moral.
Salah satu hewan yang ditampilkan di lorong Jataka adalah Harimau Betina. Berikut di bawah ini kisah yang disadur dari buku JĀTAKA ;

Relief Borobudur
JATAKA
CERITA KELAHIRAN LAMPAU BUDDHA
Penulis & Fotografer : Anandajoti Bhikku

Kisah Bodhisattwa yang
Mendermakan tubuhnya untuk menyelamtkan induk harimau

(Sumber: Bhikkhu, Jātaka. Cerita Kelahiran Lampau Buddha, 14: 2020)

Relief cerita Jataka 'Harimau betina' ada di Lantai 1 dinding luar, deret atas sebelah Timur (Lihat di diagram)

Dalam cerita Jataka ini, Bodhisattwa lahir di keluarga brahmana termasyhur. Beliau terlahir di keluarga Brahmana yang bajik dan tekun dalam spiritual. Pada usia mudanya, Sang Bodhisattva memiliki kesempatan untuk mempelajari ajaran agama dari para guru. Berkat jasa-jasa baik yang telah dipupuk dari kelahiran lampaunya, Bodhisattva tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan bijaksana. Beliau menguasai 18 cabang ilmu pengetahuan dan berbagai seni yang bahkan tidak diajarkan dalam tradisi keluarganya.

Namun kemudian, Bodhisattwa memutuskan melepas keduniawian. Saat Bodhisattva kemudian meninggalkan kehidupan perumah-tangga dan menjadi pertapa. Beliau mengembangkan cinta kasih, pengendalian diri, kepuasan hati, dan welas asih. Kemudian beliau menerima murid dan mengajarkan moralitas (sila) dan latihan batin (samadhi) sehingga punya banyak murid.

Pada suatu hari saat Bodhisattva berjalan-jalan di pegunungan bersama muridnya bernama Agita, mereka melihat dari atas tebing seekor harimau betina yang sedang galau, resah kebingungan.

Sang harimau betina yang gelisah itu ternyata sedang menderita kelaparan. Bagaimana pun kehidupannya harus dipertahankan. Seekor anaknya nampak sedang menyusu kepadanya. Ada sebuah dilema yang luar biasa sulitnya. Dia harus mempertahankan kehidupannya sendiri. Kalau dia mati, sang anak pun akan mati, karena sang anak akan kelaparan, tidak punya induk yang dapat menyusui. Untuk mempertahankan hidup hanya ada satu jalan yaitu memakan sang anak, si buah hati. Di kemudian hari sang harimau dapat melahirkan anak yang lain sebagai pengganti. Berdasar pikirannya, itulah yang harus dilakukannya. Akan tetapi, rasa nuraninya berkata lain, air matanya meleleh, dia menangis melihat anaknya yang sedang menyusui. Ada pertempuran sengit antara pikiran dan hati nurani induk harimau itu.

Sang Bodhisattwa merasa iba dan menyuruh Agita mencari makanan pengganti bagi Sang Harimau, tetapi sudah berjam-jam dia belum kembali. Melihat harimau sekarat karena kelaparan, Sang Bodhisattva menggigil karena sangat iba. Sang Bodhisattwa berpikir bahwa dia akan melihat seekor harimau betina memakan anaknya. Ia merenung, mengapa saya menyuruh Agita mencari tubuh makhluk lainnya sementara tubuhnya sendiri dapat mengobati kelaparannya. Ragaku sudah tua, beberapa saat lagi juga sudah tidak berguna. Ragaku sudah tak mudah untuk melakukan dharma. Sang Bodhisattva melihat kesempatan untuk membahagiakan makhluk yang sedang menderita. Kini diperhatikannya bahwa sang harimau akan memilih mati daripada memakan anaknya. Dan, dua kehidupan akan segera meninggalkan dunia fana.

Atas dasar welas asih, Sang Bodhisattwa kemudian melompat dari atas tebing, sehingga jasadnya bisa disantap oleh harimau betina tersebut sehingga harimau betina itu bisa terselamatkan dari tindakan tak mulia dan agar ia bisa memenuhi kesempurnaan memberi, demi mencapai Kecerahan.

Ajita kemudian mengetahui bahwa Bodhisattva telah mengorbankan dirinya untuk disantap oleh harimau betina. Sedangkan sang harimau, setelah menyadari bahwa daging yang ia santap adalah daging seorang Bodhisattwa, langsung bergegas pergi meninggalkan sisa jasad tersebut. Ajita bersama murid-murid lainnya kemudian melakukan penghormatan terakhir kepada sisa jasad Sang Bodhisattwa.

Kelahiran sang Bodhisattwa

Di relief ini menceritakan tentang lahirnya Sang Bodhisattva. Beliau terlahir di keluarga Brahmana yang bajik dan tekun dalam spiritual. Dalam gendongan sang ibu, Bodhisattwa kecil sedang diberkati oleh para pendeta, di mana ayahnya, kanan jauh, nampak membawa persembahan bagi para pendeta.

(Sumber: Bhikkhu, Jātaka. Cerita Kelahiran Lampau Buddha, 16: 2020)

(Sumber: Bhikkhu, Jātaka. Cerita Kelahiran Lampau Buddha, 17: 2020)

Bodhisattwa Mempelajari Dharma

Di relief ini seperti menggambarkan saat Bodhisattwa muda tengah belajar dengan gurunya. Di kursi yang lebih tinggi, guru memegang kuas. Dua siswa lainnya berada di dekat guru, dan di belakang Bodhisattwa ada dua brahmana. Bodhisattva tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan bijaksana. Beliau menguasai 18 cabang ilmu pengetahuan dan berbagai seni yang bahkan tidak diajarkan dalam tradisi keluarganya.

Bodhisattwa mengorbankan diri untuk disantap harimau betina

Di relief ini nampak Bodhisattwa duduk dengan murid-murid dihadapannya. Di sebelahnya Bodhisattwa berdiri, bersiap untuk
menjatuhkan dirinya menjadi umpan harimau betina. Walaupun rusak, kita bisa sedikit melihat salah satu anak harimau digambarkan di kanan bawah.

(Sumber: Bhikkhu, Jātaka. Cerita Kelahiran Lampau Buddha, 17: 2020)

(Sumber: Bhikkhu, Jātaka. Cerita Kelahiran Lampau Buddha, 18: 2020)

Murid-murid memberi penghormatan kepada sisa Bodhisattwa

Relief ini sebagian sudah hilang, tetapi sosok sosok yang menggambarkan berbagai dewa tersebut seperti memberikan pengormatan. Dari cerita jataka diatas, kemungkinan relief ini menggambarkan saat murid-murid Bodhisattwa mengetahui gurunya telah mengorbankan diri. Kemudian mereka memberikan penghormatan terakhir kepada sisa sisa jasad sang Bodhisattwa.

Daftar Pustaka

Ānandajoti Bhikkhu. 2020. Jātaka: Cerita Kelahiran Lampau
      Buddha. Ehipassiko Foundation. Jakarta

Cerita Bergambar, Relief Jataka Candi Borobudur. 2014.
      Balai Konservasi Borobudur Direktorat Jendral
      Kebudayaaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
      Magelang

Prasetya, Bambang Eka. 2022. Kumpulan Cerita Jatakamala.
      Seni Membaca Relief (Sebar) Candi Borobudur.
      Nittramaya. Jawa Tengah.

Acknowledgment

Tulisan pada bagian ini serta instalasi lorong Jataka pada Festival Pitutur Bambu Borobudur banyak terinspirasi dan menggunakan sumber dari buku Jātaka: Cerita Kelahiran Lampau Buddha karya Ānandajoti Bhikkhu. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih yang sangat mendalam kepada Ānandajoti Bhikku, semoga ajaran dan nilai-nilai kebaikan yang ditulis pada buku tersebut dapat terus diwariskan hingga generasi mendatang.

Ulasan...

Share