(Narasi oleh Beni Purwandaru dan Tatak Sariawan)

Narasi

Menurut Bapak Mardiyat (48) seorang petani dari Dusun Brangkal, Candirejo, Jenang Abang Putih atau jenang merah putih adalah bubur merah dan bubur putih yang kerap kali digunakan dan merupakan salah satu bagian dari uba rampe ritual selamatan. Bubur tersebut dikemas dalam wadah berupa piring ataupun takir (wadah berbentuk kotak kecil menyerupai bentuk perahu terbuat dari daun pisang yang dikait dengan tusuk dari lidi atau bambu). Bubur merah ini berwarna merah gula Jawa dan rasanya manis terbuat dari bubur putih yang memang ditambah dengan gula Jawa. Sedangkan bubur putih adalah bubur berbahan baku beras dengan kombinasi santan kelapa dan sedikit garam serta sedikit daun pandan wangi sebagai penambah aroma. Dengan tekstur lembut dan rasa gurih juga aroma daun pandannya, maka tak heran kalau bubur yang satu ini disukai berbagai kalangan.

Dalam dunia ritual selamatan jenang abang putih merupakan komponen paling pokok karena apapun itu jenis ritual selamatannya jenang abang putih selalu ada dan tidak pernah ketinggalan. Dan jenang abang putih bisa dibilang induk dari segala bentuk ritual selamatan. Uba rampe yang lain boleh tidak ada, namun jenang yang satu ini tetap ada, sampai-sampai ketika seseorang mengadakan selamatan kecil-kecilan cukup hanya dengan jenang abang putih saja tidak apa. Dan memang begitulah posisi kegunaan jenang abang putih dalam ritual selamatan.

Lalu apa sih alasannya dan kenapa kok begitu pentingnya jenang abang putih ini yang harus ada dalam setiap upacara selamatan? Menurut orang-orang dahulu jenang abang putih ini sebagai selamatan pemberian nama pada seorang bayi yang baru lahir. Jenang abang merupakan simbul asal muasal bayi yang asalnya dari ibu atau darah ibu berupa sel telur yang terkandung dari rahimnya, sedangkan jenang putih merupakan simbul dari bapak berupa sel seperma yang diyakini oleh orang-orang pada jaman dulu sel sperma diasuh atau dijaga oleh sosok Nyai dan Kaki Maningkem. Dan dengan diwujudkan jenang abang putih tersebut bermaksud untuk memule/menghormati beliau yang telah mengasuhnya selama dalam kandungan. Dengan diberikan penghormatan tersebut diharapkan seseorang yang dibuatkan selamatan akan tetap selalu dijaganya agar tetap diberikan selalu keselamatan dalam hidupnya.

Kenapa ada jenang abang pasti juga ada jenang putih? Karena proses terjadinya jabang bayi adalah bersatunya antara darah merah dari sang ibu dengan darah putih dari bapak. Dari segumpal darah dan setetes sperma antara ibu dan bapak yang menyatu lalu terjadilah insan manusia yang merupakan salah satu dari tiga tugas manusia di hadapan Tuhan Yang Maha Esa yaitu; menyembah pada Sang Pencipta, meneruskan generasi atau ngurip-urip garis keturunan, kemudian menjaga keseimbangan alam seisinya. Jadi secara garis besar manusia diciptakan di dunia ini mempunya tugas tiga hal tersebut. Dan ketika suatu musibah itu terjadi itu bukan karena alamnya yang salah namun manusianya itu sendiri yang mungkin belum bisa melaksanakan tugasnya. Maka dari itu kita manusianya yang harus selalu introspeksi.

Itulah sedikit penjabaran tentang jenang abang putih yang sampai saat ini masih selalu digunakan dalam berbagai macam ritual selamatan warga. Semoga kita semua selalu diberikan keselamatan, ketentraman hidup dan marilah kita selalu melestarikan peninggalan kebudayaan yang adiluhung ini agar kita bisa memahami dan menempatkan diri kita pada tempat yang semestinya.

 

Gambar

Narasumber

  • Bapak Mardiyat, 48 tahun, seorang petani dari dusun Brangkal desa Candirejo

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...