Beranda | Pitutur Bambu Borobudur 2022 | Lorong Jataka |Kera Nandiya yang Menyayangi Ibunya
Lorong masuk Pitutur Bambu Borobudur ini terinspirasi dari relief Jataka di candi Borobudur. Dalam relief jataka, berisi ukiran fabel (cerita dengan hewan sebagai penokohannya) yang menggambarkan kehidupan Sidharta Gautama dalam wujud tokoh hewan dengan perwatakan adiluhung yang dapat dijadikan teladan bagi setiap orang. Cerita tersebut memang syarat dengan kandungan makna dan nilai-nilai moral.
Salah satu hewan yang ditampilkan di lorong Jataka adalah Kera. Berikut di bawah ini kisah yang disadur dari buku JĀTAKA :
Cerita Relief BOROBUDUR
JĀTAKA
CERITA KELAHIRAN LAMPAU BUDDHA
Penulis & Fotografer : Anandajoti Bhikku
CŪLA NANDIYA JĀTAKA
Kera Nandiya yang Menyayangi Ibunya
Dalam kisah Jataka ini Bodhisattwa lahir ssebagai seekor kera yang bernama Nandiya yang berdiam di pegunungan Himalaya. Adiknya paling bungsu bernama Kollikin. Mereka memimpin sekawanan kera sejumlah 80 ribu ekor dan juga merawat ibunya yang buta.
Setiap hari mereka meninggalkan ibu mereka di sarang seperti biasa untuk mencari segala jenis buah liar yang manis dan kemudian mengirimkan untuk ibunya tersebut. Akan tetapi para kera pesuruh tidak menyampaikannya. Tersiksa karena lapar, ibu kera itupun menjadi kurus kering.
Bersepakat untuk lebih memilih menjaga ibunya, kedua kakak beradik itupun lebih meninggalkan untuk memimpin kawananan kera. Mereka membawa ibu kera turun dari Himalaya dan berdiam di sebuah pohon beringin di daerah perbatasan.
Suatu ketika seorang guru membiarkan pergi muridnya setelah memberikan nasehat. Murid itu adalah seorang Brahmana muda yang diketahui oleh gurunya punya tanda- tanda sebagai murid yang kasar, kejam dan bengis.
"sifat seperti itu tidak akan mendatangkan kemakmuran dalam situasi apapun, tetapi akan mendapatkan penderitaan dan kehancuran. Janganlah bertindak kasar dan berbuat sesuai kehendak hati." Dengan nasehat itu, sang guru membiarkan pergi.
Pemuda itu akhirnya menetap di Benares, menikah dan punya anak. Karena tidak mampu untuk mencari nafkah dari keahlian-keahliannya yang lain, dia bertekad untuk hidup dari busurnya, sebagai seorang pemburu. Menetap di perbatasan desa, dia menyisir hutan dengan dilengkapi busur dan anak panahnya, dan hidup dari menjual segala jenis daging hewan buas yang dia bunuh. Suatu hari, setelah tidak menangkap apa pun di dalam hutan, dia melihat sebuah pohon beringin tumbuh tempat Kedua kera bersaudara tersebut baru saja memberi makan buah-buahan kepada ibu. Kemudian dia naik ke pohon dan melihat ibu kera tersebut lemah karena usia lanjut dan buta. Kemudian untuk membunuh kera betina dulu daripada pulang dengan tangan kosong. Melihat hal itu Bodhisatta lantas berfikiran menyelamatkan ibunya. Ia lantas menyuruh saudaranya, Jollikin untuk menjaga ibunya, sementara dia bergegas turun dari pohon dan menawarkan dirinya sendiri. "Oh Manusia, jangan bunuh ibuku! Dia buta dan lemah karena usia lanjut. Saya akan menyelamatkan hidupnya, jangan membunuhnya, tetapi bunuhlah saya!” Dan setelah yang lain berjanji kepadanya, dia duduk di tempat sejauh jangkauan anak panah. Tidak berhenti sampai disitu, pemburu itu lantas tetap berfikir membunuh ibu Kera meskipun sempat dicegah Jolikin yang juga menawarkan dirinya untuk mengganti nyawa ibunya. Akhirnya terbunuhlah mereka semua dan menggantungkan mereka bertiga di galah dan menuju ke rumah. Pada saat itu petir menyambar rumah laki-laki jahat itu, membakar istri dan kedua anaknya beserta rumah itu sampai tak tersisa selain atap dan bambu yang tegak. Ketika sampai di perbatasan, dia diberitahu seorang laki-laki atas musibah tersebut. Kesedihan akan istri dan anak-anaknya melanda dirinya, menjatuhkan busur, galah beserta hewan buruannya, dan melemparkan pakaiannya. Dengan telanjang menuju ke rumah, meratap dengan kedua tangan terjulur. Kemudian bambu yang tegak tersebut terbelah dan jatuh di atas kepalanya. Kemudian bumi terbuka lebar, memunculkan api neraka dan menelannya. Ketika ditelan bumi, barulah dia teringat akan nasehat gurunya.
Kera Nandia memberi makan ibunya
Nampak Kera Nandia mempersembahkan buah-buahnan dalam mangku di kedua tangannya. Ia menjulurkan tangannya seakan akan dalam sikap melayani. Di sebelah kiri, ibu kera yang buta menerima buah-buah buahan dari putranya. Sebuah pohon yang lebat berbuah nampak menjadi latar belakang adegan ini.
Kera Nandia membopong ibunya
Relief yang berada di sudut ini mengambarkan bagaimana kasih sayang Nandia pada Ibunya yang buta. Di sini sepertinya merupakan adegan yang menggambarkan saat Nandia membopong ibunya turun dari pegunungan Himalaya ke tempat yang baru ke pohon di beringin daerah erbatasan.
Pemburu membidik keluarga kera
Penggambaran yang agak berbeda di relief terakhir yang terkait dengan cerita Jataka Nandia ini. Di relief ini digambarkan pemburu juga bersama laki-laki lain serta sekelompok kera lain dimana terlihat ibu monyet bersama tengah bersama anak-anaknya. Pemburu nampak membidik keluarga yang meringkuk seperti saling melindungi.
Daftar Pustaka
Ānandajoti Bhikkhu. 2020. Jātaka: Cerita Kelahiran Lampau
Buddha. Ehipassiko Foundation. Jakarta
Cerita Bergambar, Relief Jataka Candi Borobudur. 2014.
Balai Konservasi Borobudur Direktorat Jendral
Kebudayaaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Magelang
Prasetya, Bambang Eka. 2022. Kumpulan Cerita Jatakamala.
Seni Membaca Relief (Sebar) Candi Borobudur.
Nittramaya. Jawa Tengah.