(Narasi oleh Rangga Tsalisul A. dan Loh Sari Larasati)

Narasi

Saya bertanya-tanya setelah setelah memahami beberapa alur sejarah Desa Wanurejo. Dalam sejarah cerita desa, terdapat Laskar Sawer Wulung. Saya lekas beranjak sowan ke rumah tiga tokoh pelaku budaya di Desa Wanurejo. Sowan pertama menemui Mbah Sutrisno (72 tahun) di Dusun Tingal Kulon. Dalam kesempatan itu saya bertanya kepada Mbah Sutrisno mengenai apa itu Sawer Wulung dan kenapa ada Sawer Wulung.

“Biyen nalikane gek do niko ketropak to, kono ki pokoke to mbah Wanu iku kagungan laskar asmane teko jenenge Sawer Wulung. Kene kan adipaten, adipaten kan duwe prajurit gampagane prajurit laskar, yo laskar kuwi jenenge Sawer Wulung. Ora ngreti opo artine, teko dijenengi laskare mbah wanu kuwi sawer wulung. Yo fungsine kanggo jaga kemanan lan perang nek ono musuh,” tutur Mbah Sutrisno.

Dari penjelasan tersebut Mbah Sutrisno menyampaikan bahwa beliau mendapatkan nama prajurit Laskar Sawer Wulung secara spiritual disaat beliau sedang dalam acara ketropakan mendapatkan ‘bisikan’ bahwa prajurit Mbah Wanu bernama Laskar Sawer Wulung.

Pada hari yang sama, setelah sowan ke rumah Mbah Sutrisno, saya langsung menuju ke rumah Bapak Sukiadi (52 tahun) di dusun yang sama. Beruntung sekali karena tanpa membuat janji lebih dulu, beliau sedang tidak ada kegiatan dan berada di rumah. Sambutan hangat dari beliau, saya langsung dipersilahkan masuk dan dibuatkan teh manis. Sebelumnya, saya swoan ke rumah beliau untuk mencari tahu mengenai sejarah desa, ketika itu beliau juga membahas Sawer Wulung. Dari sedikit cerita itu akhirnya saya sowan lagi. Dimulai dengan obrolan ringan, akhirnya mengerucut tentang cerita Sawer Wulung.

“Pak Sukiadi, arti Sawer Wulung itu apa nggih Pak?” saya bertanya.

“Jadi kan dulu disponsori dari taman diwajibkan setiap desa wajib harus ada bergodo atau prajurit, kita pernah dengar kalau laskar sini yang dipimpin oleh Mbah Wanu bernama Sawer Wulung, yang artinya Ulo Ireng (ular hitam). Jadi yang saya tangkap itu, waktu Mbah Wanu Babad alas Wanurejo prajuritnya selalu diganggu perwujudan ular hitam, nahh setelah ada negosiasi itu akhirnya hidup berdampingan,” tutur Bapak Sukiadi cerita tentang pengalaman spiritualnya.

“Setiap ada pergantian kepala desa muncul beberapa ekor ular disekitar Makam Mbah Wanu, kemarin waktu kepala desa yang jadi juga muncul ular di sekitar makam. Jadi ini maksudnya seperti menyapa kepada pemimpin Desa yang Baru,” Bapak Sukiadi menambahkan.

“Pak Sukiadi, untuk ciri khusus Laskar Sawer Wulung itu apa Pak, mulai dari baju atau perlengkapan lainnya ?” saya kembali bertanya.

“Kalau pakaian yang pasti hitam, tapi yang lebih jelasnya tanya ke Pak Eko, beliau mendapatkan warna hitam itu karena meditasi, untuk lebih jelasnya ke Pak Eko ya mas”, jawab beliau dengan ramah.

Perjalanan selanjutnya saya menemui Bapak Eko untuk bertanya mengenai ciri khusus dari Prajurit Sawer Wulung.  Sore itu setelah selesai dari Bapak Sukiadi saya berjalan menuju rumah Bapak Eko Sunyoto.

“Pak saya tadi dapat info kalau mengenai Sawer Wulung, untuk pakainnya berwaran hitam, dan itu diperoleh Bapak ketika meditasi. Itu ceritanya seperti apa ya?” saya bertanya setelah ngobrol-ngobrol ringan dengan beliau.

”Iya, dulu saya meditasi bersama Mbah Sutrisno dan Pak Blendung, saat itu secara sepintas saya mendapatkan penglihatan bahwa Sawer Wulung identik dengan warna hitam, oleh karena itu dalam pembuatan kostum saya identik ke warna hitam. Warna hitam itu identik memiliki warna yang kuat, karena warna hitam adalah warna yang tidak bisa ditembus oleh mata biasa, seperti halnya dalam rumah yang keadaan mati lampu, pastinya orang tidak bisa melihatnya, ya ini sepeti Laskar Sawer Wulung yang bahkan kekuatannya tidak bisa dilihat oleh orang biasa,” Pak Eko menjelaskan dengan gamblang.

“Untuk kelengkapan tombak kenapa dibuat seperti bentuk senjata trisula nggih Pak? Saya meilhat tombaknya di foto Laskar Sawer Wulung,” saya bertanya lebih lanjut.

“Ya sebenarnya alat khusus prajurit itu ada tameng dan tombak, khususnya Sawer Wulung menggunakan tombak berbentuk trisula karena ada hubungnya dengan vajra yang ada di Candi Pawon dengan maksud bahwa mereka menyampaiakan 3 ajaran yaitu ing ngarso sung tuladha, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani,” jawab Pak Eko.

“Untuk gerak tari Laskar Sawer Wulung yaitu gerak keprajuritan yang memunculkan kekuatan, keselarasan, dan kekompakan yang diiringi gamelan bende, bedhug, saron, gong dan suling.  Laskar Sawer Wulung sangat diutakaman digunakan untuk arak-arakan di Pisowanan Sanga-Sanga di belakang tetua desa yang membawa air. Jumlah laskar minimal 16 orang,” akhir dari penjelasan Pak Eko mengenai Laskar Sawer Wulung.

 

Gambar

Narasumber

  • Sutrisno, 72 tahun, sesepuh desa, desa Wanurejo
  • Eko Sunyoto, 49 tahun, pemerhati budaya, desa Wanurejo
  • Sukiadi, 52 tahun, pemerhati budaya, desa Wanurejo

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...