(Nasari oleh: Ahmad Saeful M dan Zulfikar Maulana M)
Narasi
Sore itu kami pergi menemui Mbah Barodi, seorang sesepuh di Dusun Serut dan juga mantan kepala Desa Bigaran yang sekarang sudah berumur 72 tahun, untuk bertanya mengenai cerita dari masjid tua al umar.
Menurut Cerita Mbah Barodi yang juga merupakan cucu pendiri masjid yaitu Mbah Mardjuki atau sering dipanggil Mbah Djuki. Masjid tersebut berada di selatan sungai Progo dan berbatasan langsung dengan wilayah Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepatnya di Dusun Serut Rt004/Rw002 Desa Bigaran, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Sebelum adanya masjid tersebut dulu juga ada beberapa Langgar (Musola) yang di bangu untuk solat berjamaah agar tidak jauh dari lingkungan rumah-rumah warga.
Raden Ronggo Satoto
Pada era 1900 an bersama dengan Mbah Dolah Umar, kakak dari Mbah Juki yang juga merupakan keturunan Raden Ronggo Satoto, dibangunlah Masjid tersebut untuk menjadi pusat penyebaran serta pengajaran ilmu agama islam. Masjid tersebut juga merupakan masjid tertua di selatan sungai progo termasuk wilayah Sambeng dan Kenalan. Karena dulu agama yang dianut masih banyak Hindu, Kejawen serta Kristen atau Katolik.
Gedek
Usia masjid kurang lebih sudah 100 tahun, berdasarkan cerita Mbah Barodi pada jaman Mbah Juki yang meninggal pada tahun 1942 ,sedangkan masjid pada tahun 1932 pernah mengalami pembenahan karena semakin banyaknya jama’ah jadi diperkirakan masjid pertama kali di bangun pada tahun 1920an. Dahulu masjid tersebut hanyalah bangunan kecil yang terbuat dari anyaman bambu sederhana yang disebut pager gedek, tiang-tiangnya dari kayu. Kemudian direnovasi pada tahun 1932 dengan bletok. Bletok merupakan rangka bawah yang terbuat dari susunan batu bata disusun panjang menyamping lalu satukan dengan lempung (tanah liat). Hingga sampai waktu ini sudah mengalami beberapa renovasi untuk menjadikan masjid layak seperti sekarang.
Mbah Juki
Saat akan memasuki masjid dulu di sunahkan untuk membaca do’a masuk masjid dan solat sunah tahiyatul masjid untuk mengikuti sunnah Rasul. Jama’ah pertama dulu hanya sedikit sekali bisa dibilang hanya beberapa orang saja terdiri dari keluarga dan beberapa masyarakat, karena sedikitnya jumlah orang pada masa itu. Mengaji pun tidak di masjid melainkan setelah berjamaah murid-murid yang mau mengaji di suruh pindah ke rumah sang guru (Mbah Juki). Imam pertama di masjid tersebut adalah Mbah Dolah Umar dan Mbah Mardjuki bertugas sebagai guru ngaji, setelah wafat kemudian imam masjid di gantikan oleh anak-anaknya yaitu Mbah Rukhoni sebagai imam masjid dan Mbah Suhadi sebagai guru ngaji.
Mbah Muhyidin
Kemudian narasumber lain yaitu Mbah Muhyidin (67) mengisahkan perjalanan jama’ah masjid. Dahulu saat jama’ah dan murid ngaji mulai banyak, mungkin mencapai ratusan dikarenakan banyak jama’ah yang berasal dari luar desa. Seperti Desa Kenalan, Sambeng , Banjaroya, Kalibawang dan lainnya. Murid pun pernah mencapai tujuh puluhan orang bahkan lebih setiap malam yang harus di ajari mengaji. Semua itu tidak bisa berjalan sampai sekarang karena perkembangan jaman.
Mbah Muhyidin
Pada tahun 1970 Mbah Yuri, Mbah Mat dan Mbah Muhyidin mereka semua adalah keturunan dari Mbah Dolah Umar dan Mbah Juki kompak mengembangkan ajaran Islam namun pada tahun 1982 an Mbah Mat dan Mbah Yuri didaftarkan untuk menjadi guru sekolah Inpres diterimanya daerah kebumen akhirnya kedua beliau harus pindah ke daerah Kebumen pada masa itu, akhirnya Mbah Muhyi pun mengajar sendiri beliau pun kewalahan selang waktu beberapa tahun Mbah Mat Kembali dan menemani Mbah Muhyidin mengajar kembali. Di tahun 2008 Mbah Mat pun meninggal dan usia Mbah Muhyi tersebut sudah renta keturunannya pun tidak ada yang meneruskan akhirnya sekarang pun masjid menjadi sepi.
Odo-odo
Mengapa masjid diberi nama “Al Umar”, sudah jelas karena dulu yang odo-odo atau yang mengajak membuat masjid adalah almarhum Simbah Dolah Umar.
Di belakang masjid terdapat beberapa makam yang terdiri dari makam cikal bakal yaitu Mbah Dolah Umar dan Mbah Juki beserta keturunannya. Mengapa hanya beberapa makam, karena makam tersebut hanyalah permintaan dari beliau beliau di waktu masih hidup meminta untuk di semayamkan pada tempat tersebut.
Gambar
Lokasi
Narasumber
- Mbah Barodi, 72 tahun, sesepuh di Dusun Serut Desa Bigaran
Relasi Budaya
Sumber Lain