(Narasi oleh Lukman Fauzi Mudasir dan Diyah Nur Arifah)

Narasi

Pagi yang cerah, aku mengantar adikku untuk membuat tugas sekolahnya. Tugas kali ini bertemakan alam sekitar, entah adikku akan membuat apa yang jelas aku diajaknya ke Sungai Progo, Dusun Jligudan yang baru-baru sedang ada proses pembangunan untuk wisata Klatakan. Sambil menunggu adikku menyelesaikan tugasnya, aku berkeliling ke Sungai Progo untuk melihat indahnya pemandangan dan menikmati suara air yang bergemericik memberikan suasana tenang. Hembusan angin di bantaran Sungai Progo yang menyejukkan membuatku betah berlama-lama disana. Tanpa sengaja aku bertemu dengan Pak Tarjo, seorang warga Dusun Jligudan yang sedang mencuci tikar di bantaran Sungai Progo.

“Loh Pak Tarjo?” tanyaku keheranan karena aku mendadak bertemu dengan beliau.

“Iyo nduk, kok koe nang kene esuk-esuk ngopo?” (Iyo nduk, kok kamu di sini pagi-pagi kenapa) tanya beliau. “Niki mlampah-mlampah kalih kekaring. Sek nyuci kloso nopo Pak?” (Ini jalan-jalan dan berjemur di bawah matahari. Lagi mencuci kloso (tikar) ya pak?) tanyaku karena ia sedang membawa tikar dan meletakkannya di bantaran sungai.

“Iya iki, ben gampang tak kumbah nang kene” (iya ini biar mudah aku cuci di sini) begitulah timpal beliau.

Kuncen Sungai Progo

Setelah beberapa saat aku berjalan-jalan di sekitar bantaran sungai dan selesai bermain air, aku duduk di tepi sungai sambil menikmati angin yang berhembus. Pak Tarjo yang selesai mencuci tikar dan sedang menjemur tikar di atas bebatuan menghampiriku. Lalu kami mengobrol banyak hal. Ada satu hal yang membuatku penasaran dan mengundang rasa ingin tahu aku lebih jauh lagi. Hal itu adalah obrolan mengenai kuncen Sungai Progo. Kuncen adalah seorang yang dianggap mampu berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata penunggu suatu daerah, atau sering disebut juga juru kunci.

Kulonuwun

Awal mula obrolan kami hanya sekilas bercanda bagai angin lalu, namun semakin lama kurasa semakin berat obrolan yang kami diskusikan. Beliau menceritakan bahwa bantaran sungai progo akan dijadikan sebagai tempat wisata, tapi ini baru proses pembangunan. Untuk membangun di tempat yang tidak biasa ini (angker) itu ada prosesnya, tutur Pak Tarjo padaku. Kali progo terkenal mistis karena banyak penghuni tak kasat mata atau makhluk gaib disana. Ibaratnya di Sungai Progo itu juga terdapat kehidupan gaib jadi kalau kita mau kesana harus kulonuwun (permisi) terlebih dahulu, jelas Pak Tarjo padaku. Hal itu seketika membuat bulu kuduk naik mengingat pembicaraan itu masih di Sungai Progo. Sebelum lahan dibuka untuk tempat wisata ternyata sang kuncen sudah berkomunikasi untuk meminta izin kepada penunggu Sungai Progo tersebut. Proses komunikasi mereka melalui meditasi. Setelah terjadi kesepakatan bahwa boleh dijadikan tempat wisata dengan syarat tidak dijadikan tempat maksiat barulah pembukaan lahan dilakukan oleh masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar bergotong royong untuk membersihkan sekitar tepi sungai dan membuat akses jalan yang layak untuk menuju ke Sungai Progo.

Simbah Joyo & Winarti

Sepanjang Sungai Progo, Dusun Jligudan ada penunggu atau penguasa yang disebut Simbah Joyo yang mempunyai anak bernama Winarti. Winarti adalah sosok penunggu Sungai Progo yang berparas ayu dan rupawan. Untuk membuka lahan disana sang kuncen meminta izin kepada Winarti. Setelah itu sang kuncen mengajak untuk melakukan mujahadah dengan mengundang seluruh warga Dusun Jligudan di tepi Sungai Progo tersebut. Tujuan diadakannya mujahadah adalah supaya proses pembangunan wisata baru berjalan dengan lancar dan memohon doa kepada Tuhan agar diberi perlindungan dan kesuksesan. Mujahadah itu diisi dengan tahlil dan membaca surat yasin. Selain mujahadah beberapa tokoh masyarakat Dusun Jligudan (takmir masjid) diajak berziarah ke Makam Kyai Nur Muhammad yang berada di Ngadiwongso selama tujuh kali setiap hari Jumat berturut-turut untuk meminta berkah dari Tuhan yang maha kuasa namun melalui ziarah ke sana.

Klatakan

Pada akhirnya terlaksanalah pembukaan lahan untuk pembuatan wisata baru di Dusun Jligudan yang bertempat di klatakan (tepi sungai yang lebar) Sungai Progo. Atas doa-doa yang selalu dipanjatkan dan permohonan izin dengan sang penunggu sudah dilaksanakan sampai sekarang tidak pernah ada yang diganggu ketika beraktivitas di klatakan Sungai Progo tersebut. Masyarakat bisa bersantai, mencari ikan, mencuci pakaian atau perabotan di Sungai Progo tersebut dengan tenang dan nyaman. Bahkan setiap hari Minggu pagi kawasan tepi klatakan Sungai Progo tersebut digunakan masyarakat untuk senam, khususnya oleh ibu-ibu dan pemudi Dusun Jligudan.

 

Gambar

Lokasi

[map

Narasumber

  • Pak Tarjo, pelaku budaya, pemerhati budaya, desa Borobudur

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...