Pitutur Bambu Borobudur
QR Code

Beranda | Pitutur Bambu Borobudur 2022 | Lorong Jataka |Kisah Raja Ikan; Kekuatan doa menangkal petaka

Matsya Jataka (Raja Ikan); Kekuatan doa menangkal petaka

Workshop Lampion Sang Ikan
Dalam Festival Pitutur Bambu ini juga diadakan Workshop Pembuatan Lampion Bambu "Sang Ikan". Workshop ini diikuti oleh anak-anak Kebonsari, anak-anak sekitar serta pengunjung
Workshop Lampion Sang Ikan
Dalam Festival Pitutur Bambu ini juga diadakan Workshop Pembuatan Lampion Bambu "Sang Ikan". Workshop ini diikuti oleh anak-anak Kebonsari, anak-anak sekitar serta pengunjung
Workshop Lampion Sang Ikan
Dalam Festival Pitutur Bambu ini juga diadakan Workshop Pembuatan Lampion Bambu "Sang Ikan". Workshop ini diikuti oleh anak-anak Kebonsari, anak-anak sekitar serta pengunjung
Workshop Lampion Sang Ikan
Dalam Festival Pitutur Bambu ini juga diadakan Workshop Pembuatan Lampion Bambu "Sang Ikan". Workshop ini diikuti oleh anak-anak Kebonsari, anak-anak sekitar serta pengunjung
Workshop Lampion Sang Ikan
Dalam Festival Pitutur Bambu ini juga diadakan Workshop Pembuatan Lampion Bambu "Sang Ikan". Workshop ini diikuti oleh anak-anak Kebonsari, anak-anak sekitar serta pengunjung

Lorong masuk Pitutur Bambu Borobudur ini terinspirasi dari relief Jataka di candi Borobudur. Dalam relief jataka, berisi ukiran fabel (cerita dengan hewan sebagai penokohannya) yang menggambarkan kehidupan Sidharta Gautama dalam wujud tokoh hewan dengan perwatakan adiluhung yang dapat dijadikan teladan bagi setiap orang. Cerita tersebut memang syarat dengan kandungan makna dan nilai-nilai moral.
Salah satu hewan yang ditampilkan di lorong Jataka adalah Sang Ikan. Berikut di bawah ini kisah yang disadur dari Buku JATAKA ;

Relief Borobudur
JATAKA
CERITA KELAHIRAN LAMPAU BUDDHA
Penulis & Fotografer : Anandajoti Bhikku

Kisah raja Ikan
Kekuatan doa menangkal petaka

(Sumber: Bhikkhu, Jātaka. Cerita Kelahiran Lampau Buddha, 14: 2020)

Relief cerita Jataka 'Sang Ikan' ada di Lantai 1 dinding luar, deret atas sayap kiri, sisi selatan (Lihat di diagram)

Dalam cerita Jataka ini Bodhisattwa terlahir sebagai raja ikan yang memimpin seluruh ikan yang hidup di sebuah telaga besar. Telaga yang airnya sangat menyenangkan dihiasi oleh bunga teratai putih dan teratai biru. Permukaan telaga tersebut ditaburi oleh kuntum bunga pepohonan di dekatnya. Telaga ini saangat disukai oleh bangau, itik dan angsa.
Suatu ketika terjadi musim kemarau yang begitu panjang. Kolam, sungai, dan waduk menjadi kubangan lumpur hitam yang mengerikan. Seluruh makhluk penghuni air hidup dalam kesengsaraan yang sepertinya tidak akan berakhir.
Sebuah kolam tak jauh dari gerbang perbatasan kerajaan tidak luput dari bencana. Ikan-ikan dan kura-kura hanya bisa bersembunyi di dalam lumpur, bernafas dengan udara yang tersisa. Sementara di langit burung-burung gagak dan elang beterbangan mengintai mereka. Para ikan dan kura-kura berusaha diam tak bergerak. Sebab sekali mereka bergerak, burung gagak dan elang akan dengan cepat menyambar dan menjadikan santapan lezat. Sang Raja Ikan merasa sedih. Ia tahu tidak ada yang bisa menyelamatkan mereka dari penderitaan hebat itu, selain hujan lebat. Ia tahu tidak ada yang lebih bertanggung-jawab atas nasib seluruh penghuni kolam, selain dirinya. Maka dengan seluruh tenaga yang tersisa sang Raja Ikan keluar dari persembunyiannya.

Ia bergerak seperti sebuah bayangan hitam yang muncul dari dasar kolam dengan kedua matanya yang bersinar seperti permata. Ia menengadahkan kepalanya ke langit, lalu dengan gemetar mengucapkan doa: "Oh Pajjunna yang baik, Raja para Dewa yang Pengasih, hati saya sedih karena penderitaan ini. Dengan seluruh kesedihan yang tak bisa lagi saya rasakan, saya mohon, turunkanlah hujan dari langitmu! Kasihanilah hambamu ini. Meski terlahir di tempat yang hina dan rendah, tak pernah saya menyakiti siapa pun, tak pernah saya memangsa kerabat saya sendiri sepanjang hidup saya. Karena itu kirimkanlah pertolonganmu. Kirimkanlah hujan, agar kerabat saya terlepas dari derita yang tak sanggup mereka tanggung."
Raja Ikan itu memanggil Pajjunna sekeras-kerasnya, "Pajjunna ... guntur meledaklah! Kejutkan dan halangi gagak itu. Ringankanlah penderiraan kami!" Langit mendadak gelap. Gemuruh guntur memenuhi angkasa. Hujan turun dengan deras. Semesta membebaskan mereka dari kesengsaraan. Para ikan, kura-kura serta makhluk air yang lain bergembira menyambut kehidupan baru yang sejahtera serta bahagia. Dari kisah ini dapat diambil pelajaran bahwa siapa yang bersungguh-sungguh melakukan sesuatu untuk hal kebaikan maka setiap doanya akan dikabulkan. Jiwa yang tulus serta rasa belas kasih yang mendalam bisa mendorong seseorang untuk rela berkorban demi menyelamatkan banyak orang. Hal ini dibuktikan oleh Matsya, Raja ikan.

Śakra turun ke atas telaga


Relief pertama dari cerita ini dapat kita lihat Śakra dengan
kendaraannya Airāvata, yang dapat dikenali dari gaya rambut belalai gajah, dan telinga besar, terbang turun ke atas telaga. Sementara di bawah, kita lihat ada telaga yang penuh dengan ikan. Ikan yang paling digambarkan paling besar adalah Sang Bodhisattwa.

(Sumber: Bhikkhu, Jātaka. Cerita Kelahiran Lampau Buddha, 60: 2020)

(Sumber: Bhikkhu, Jātaka. Cerita Kelahiran Lampau Buddha, 60: 2020)

Para dewa turun melihat telaga

Di relief ini nampak para dewa melayang di atas telaga. Mereka mengamati para ikan, kura-kura dan semua makhluk di telaga itu bergembira setelah turun hujan.

Daftar Pustaka

Ānandajoti Bhikkhu. 2020. Jātaka: Cerita Kelahiran Lampau
      Buddha. Ehipassiko Foundation. Jakarta

Cerita Bergambar, Relief Jataka Candi Borobudur. 2014.
      Balai Konservasi Borobudur Direktorat Jendral
      Kebudayaaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
      Magelang

Prasetya, Bambang Eka. 2022. Kumpulan Cerita Jatakamala.
      Seni Membaca Relief (Sebar) Candi Borobudur.
      Nittramaya. Jawa Tengah.

Acknowledgment

Tulisan pada bagian ini serta instalasi lorong Jataka pada Festival Pitutur Bambu Borobudur banyak terinspirasi dan menggunakan sumber dari buku Jātaka: Cerita Kelahiran Lampau Buddha karya Ānandajoti Bhikkhu. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih yang sangat mendalam kepada Ānandajoti Bhikku, semoga ajaran dan nilai-nilai kebaikan yang ditulis pada buku tersebut dapat terus diwariskan hingga generasi mendatang.

Ulasan...

Share