(Narasi oleh: Andy Anssah dan Vinanda Febriani)

Narasi

Setiap bulan Safar/Sapar, masyarakat dusun Sendaren 2 selalu melaksanakan Perti Desa. Mereka membawa ambengan atau sajian khusus seperti golong yang bermakna supaya ketika warga memiliki pekerjaan apa saja semuanya golong, gumiling, gembyeng. Maksudnya tak lain ialah menyatukan tekad. Ada juga tumpengan yang maksudnya bahwa setiap orang nuwun kersaning Gusti Allah melalui doa. Adapun larakan bermakna supaya masyarakat yang memiliki hajat selalu tumata larik-larik rapi lan apik wiwit awal tekan rampung kanthi selamet (berjajar rapih dan bagus dari awal hingga akhir dengan selamat dunia akhirat). Jenang merah dan jenang putih memiliki makna bahwa sebagai manusia kita harus berbakti secara jiwa dan raga kepada Kakang Kawah Adi Ari-Ari, Kakang Mbarep Adhi Ragil kang momong jiwa raganing wong sak kampung di dusun Sendakan.

Kakang Kawah Adi Ari-ari

Kakang Kawah Adi Ari-Ari bermakna bahwa sebelum kita lahir, kita mengeluarkan kawah (air), lalu disusul bayi, kemudian ari-ari. Sedangkan kang momong jiwa raga adalah Qarin, yang tidak bisa diterjemahkan. Sebab setiap orang, jelas Mbah Indarto, belum tentu bisa bertemu dengan Qarin tersebut.

Jenang merah diniatkan untuk mbekteni roh dari bopo atau Ayah, sedangkan jenang putih diniatkan untuk mbekteni roh dari biyung atau Ibu.

“Mula dibekteni roh ing tumetese saka arga ina sing tunggal sewengi lan ora tunggal sewengi sing kerumatan lan ora kerumatan supaya kerumat, supaya njaga ojo ngganggu gawe marang kang dimomong wong sak kampung lan jiwa ragane,” tutur Mbah Indarto dalam bahasa Jawa.

Tidak ada hari khusus pada perayaan Saparan di Dusun Sendaren 2, hanya saja wajib dilaksanakan setiap memasuki bulan Safar. Ritual dimulai dengan bersih-bersih makam leluhur, dilanjut tahlilan di masjid pada malam harinya. Tidak ada arak-arakan atau kirab, hanya doa bersama di dalam Masjid, lalu disambung dengan pentas seni dusun yakni Jathilan Kudo Sendoko.

“Untuk perayaan Saparan, harinya tidak tentu tetapi pasti dilaksanakan,” tambah pria tersebut.

Selain itu, tutur Mbah Indarto, di dusunnya juga masih melaksanakan ritual perayaan Maulud, Djumadil Akhir, Rejeb, dan Ruahan.

“Peringatan-peringatan sederhana tersebut dan tahlilan diniatkan untuk bhekti terhadap arwah leluhur, ngirim leluhur dan Birrul Walidain,” lanjutnya.

 

Gambar

Narasumber

  • Mbah Indarto, sesepuh desa Karengrejo

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...