(Narasi oleh Arif Sutoyo dan Nur Kholiq)
Narasi
Upacara tedak siten atau tedak siti, atau yang biasa disebut juga ngedun-dunke lemah untuk pertama kali, biasanya dilakukan pada saat bayi berusia sekitar 7 bulan.
Menurut Bapak Sujadi (64th), munculnya upacara ini terinspirasi dari kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam. Pada zaman Mesir Kuno dahulu, bayi Musa dihanyutkan dalam sebuah peti oleh orang tuanya di sungai Nil karena ketakutannya akan titah Raja Firaun yang akan membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Tak lama kemudian, ketika Asiyah mencuci di sungai, Ia melihat cahaya dari kejauhan yang lama-lama semakin mendekat dan ternyata adalah sebuah peti yang di dalamnya ada seorang bayi. Kemudian, bayi Musa dibawa pulang dan dirawat dengan baik oleh Asiyah. Pada suatu waktu, Musa digendong oleh Firaun. Kemudian Musa menggenggam jenggot Firaun hingga beberapa helai rambutnya lepas. Firaun pun murka, lalu seketika itu Ia mau membunuh Musa karena khawatir ketika besar Musa akan melawannya. Asiyah dengan sigap lalu berbicara kepadanya, “Baginda, Musa itu masih bayi. Tak tahu mana yang baik dan buruk. Jika pun Ia diberi pilihan berbagai macam barang dan bara, pastilah Ia memilih bara api karena itu sangat menarik.” Tak lama kemudian, apa yang dikemukakan Asiyah dilakukan oleh Firaun. Ia menyediakan senjata, harta benda, dan bara api kemudian Musa diletakkan di hadapan benda-benda tersebut. Ketika Musa diperintah untuk memilih salah satu benda tersebut, Musa memilih bara api lalu memakannya. Melihat kejadian itu, Barulah Firaun percaya dengan apa yang dikemukakan oleh Asiyah, istrinya.
Meski di dusun (Desa Ngargogondo) jarang ada yang melakukan, tapi dari sanalah asal inspirasi mengapa dalam tradisi tedhak siten, seorang bayi dihadapkan pada berbagai macam benda dan disuruh untuk memilih salah satu benda yang ada di hadapannya tersebut. Harapannya, benda yang dipilih itulah yang akan menjadi alamat keberuntungan bagi bayi tersebut dikemudian hari.
Gambar
Narasumber
- Mbah Sujadi, 64 tahun, dusun Parakan, Ngargogondo.