(Narasi oleh Rangga Tsalisul A. dan Loh Sari Larasati)

Narasi

Jawa Tengah memiliki banyak sekali jenis budaya dan tarian. Kabupaten Magelang juga memiliki  bermacam- macam  budaya  dan tarian juga. Salah satu tarian populer di Kabupaten Magelang Yaitu Tari Topeng Ireng.

Siang hari ini saya mengunjungi salah satu dusun yang terkenal akan kesenian Topeng Ireng yaitu Dusun Barepan. Bertemu dengan Bapak Wawan (43 tahun) dari Dusun Barepan, salah satu tokoh pelaku budaya yang memahami peran dan seluk beluk dari topeng ireng. Awal diskusi saya bersama Pak wawan dimulai dengan pembahasan mengenai apa itu Topeng Ireng. Teh hangat tiba-tiba dibawakan oleh istri beliau menyambut kedatangan saya di rumah Pak Wawan.

Seni ndayakan

Pak Wawan menyampaikan, Topeng Ireng berasal dari kata topeng yang artinya penutup wajah, dan ireng berarti hitam. Awalnya Topeng Ireng lebih dikenal dengan sebutan Seni Ndayakan karena identik dengan asesoris bulu-bulu di kepala dan rumbai-rumbai dari janur (daun kelapa yang masih muda) untuk busananya. Beriringnya waktu, karena nama Ndayakan adalah duplikasi dari nama salah satu suku di Kalimantan maka nama kesenian ini disepakati dan dirubah dengan nama Topeng Ireng.

“Pak, untuk kuluk itu sendiri dibuat dari apa nggih?” tanya saya kepada Pak Wawan.

Kuluk bulu angsa

“Ya mas,  untuk Kuluk (topi) juga untuk pakaiannya sudah banyak mengalami beberapa kali perubahan tetapi tetap tidak meninggalkan konsep dari yang aslinya. Kuluk bukan lagi berbentuk topi yang banyak bulu melainkan bulu-bulu angsa yang disusun rapi dari dahi sampai sebatas pundak. Terdapat juga rumbai-rumbai yang melingkar di leher sampai pinggang sebagai baju, lalu rumbai-rumbai dari pinggang sampai lutut sebagai rok. Tarian Topeng Ireng sendiri merupakan tarian modifikasi dari tarian kreasi serupa yang lain.

Didirikan th 2003

Topeng Ireng Wira Catra berdiri sekitar Tahun 2003. Awalnya terbentuk dari inisiatif beberapa warga saja. Para sesepuh, pinisepuh dan pecinta seni budaya di Barepan berinisiatif untuk mengumpulkan semua warga dusun Barepan untuk berembug bersama terkait kelompok kesenian ini. Sebelum terbentuk, sebagian besar warga adalah anggota dari kelompok kesenian Topeng Ireng dari daerah lain. Pada waktu itu juga, antara orang tua dan kepemudaan sangat kurang komunikasi, maka dibentuklah Kelompok kesenian ini dan di ketuai yang pertama adalah almarhum Bapak Marmin, kedua Bapak Gunawan, ketiga Bapak Edi Madhori dan keempat Bapak Mudiyono sampai sekarang dan yang lain sebagai anggotanya,” jawab Pak Wawan dilanjut menceritakan asal-usulnya.

Saya semakin antusias mendengar cerita beliau tentang kesenian ini. Beliau pun tampak bersemangat untuk menceritakan lebih lanjut mengenai Wira Catra.

Makna Wira Catra

“Wira Catra disepakati sebagai nama kelompok kesenian topeng ireng di dusun Barepan. Wira berarti pahlawan, tokoh, pelaku utama atau  pemeran utama. Sedangkan Catra adalah payung kebesaran Raja. Jadi, Wira Catra dimaknai dengan sebuah wadah yang diharapkan dapat dan mampu mengayomi atau melindungi semua warga Dusun Barepan dan bisa dijadikan sebagai ajang berkumpul dan bermusyawarah untuk kemajuan dusun Barepan itu sendiri di bidang seni. Wira Catra diharapkan juga sebagai ajang untuk berkomunikasi berkreasi dan berinisiasi,” cerita Pak Wawan mengenai asal muasal nama Wira Catra.

Pembahasan kali ini saya disuguhi dengan cerita yang runtut dan mudah saya pahami. Sambil bergurau membahas topik yang lain, ada sesuatu yang ingin saya pahami. Tentunya dalam pentas pastinya terdapat sesuatu yang dipersiapkan seperti lagu dan sinopsis cerita yang saya pikir ini sangat menarik.

Iringan Lagu

“Lagu-lagu Topeng ireng itu seperti apa Pak?”

“Ada lagu kreasi baru dan ada pula sholawat yang dimodifikasi supaya mudah dipahami siapapun. Dan ada pula lagu-lagu ajakan untuk selalu riang gembira. Pada jaman dahulu kesenian adalah ajang berkumpul dan berbaurnya warga masyakat. Sehingga momen tersebut adalah momen yang tepat untuk bersilaturahmi, berembug, dan juga berkoordinasi dalam segala hal. Dalam Hal ini sebagai seorang tokoh agama waktu itu, adalah momen yang tepat untuk berdakwah yang disisipkan dalam lagu-lagu kesenian tersebut. Lagu-lagunya pun bermacam- macam tema. Ada yang bertemakan umum, ada yang bertemakan semangat untuk pemudanya dan ada pula yang bertemakan tentang dakwah Islamiyah,” Pak Wawan menjelaskan dengan rinci.

Adapun makna dari setiap lagu yang disampaikan menurut Pak Wawan yaitu;

Lagu Pembukaan

Dilagu pembukaan ada Sekar Dandang Gulo yang bertemakan asal usul dusun Barepan. Syair lagu ini merupakan lagu karangan baru.

Salam Pambuko

Dilagu Salam Pambuko adalah bertemakan ucapan salam dan selamat datang kepada hadirin.

Lagu Atur Sugeng

Dilagu Atur Sugeng adalah bertemakan ucapan kabar baik untuk para hadirin dan perkenalkan diri.

Lagu Pemuda

Dilagu Pemuda (Wira Catra) adalah bertemakan bahwa serombongan kesenian tersebut adalah merukan undangan dari tuan rumah untuk menghibur dan mengajak bersuka ria bersama.

Atur Pambagyo

Dilagu Atur Pambagyo disampaikan bahwa menghaturkan kebahagiaan atas hadirnya para penonton, dan mendoakan berharap selalu dalam keselamatan.

Lagu Olah Rogo

Dilagu Olah Rogo disampaikan ajakan untuk selalu berolahraga supaya badan selalu dalam keadaan sehat, dan juga ajakan untuk selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, disampaikan juga bahwasanya ada akhirat setelah kehidupan ini.

Ayu Konco-konco

Ayo Konco-Konco adalah lagu penyampaian ajakan untuk selalu bergembira tetapi jangan sampai melanggar aturan. Disampaikan pula karena yang tidak bisa diatur adalah diibaratkan binatang yang lagi marah karena berebut makanan.

Lagu Pancasila

Kemudian dilagu Pancasila (Bulan Rojab) ada dua penjabaran dilagu ini. Pertama disampaikan penjabaran Lima Sila dari Pancasila. Dan yang kedua adalah penjabaran bahwasannya Bulan Rojab adalah bulan yang besar, dan itu merupakan salah satu kewajiban umat Islam untuk selalu memperingati.

Dalam akhir obrolan ini, beliau juga memberikan sinopsis mengenai Topeng Ireng Wira Catra.

Sinopsis Cerita

SINOPSIS TOPENG IRENG WIRA CATRA

Pada tahun 1825 terjadilah peperangan yang terkenal dengan Perang Diponegoro melawan penjajah Belanda. Pangeran Diponegoro melawan Belanda dengan bergerilya menyusuri hutan belantara dan perbukitan yaitu Bukit Menoreh.

Dengan tipu daya Belanda yang sangat licik, Pangeran Diponegoro diajak berunding untuk berdamai dengan Belanda. Akan tetapi bukannya diajak berunding berdamai, Pangeran Diponegoro malah langsung ditahan oleh Belanda, sehingga kerabat dan prajurit pilihannya yang mendampingi saat bergerilya di Bukit Menoreh, berlari tunggang langgang menyebar ke seluruh pelosok lembah bukit Menoreh.

Yaitu, adalah salah satu dari tangan kanan Pangeran Diponegoro adalah sebagai Tamtama yang gagah perkasa. Dan Keris Naga Runting selalu terselip di pinggangnya, beliau bernama Kyai Barep menyamar dan menetap untuk membangun padepokan disuatu dusun kecil di lembah Bukit Menoreh.

Didampingi para sahabatnya yang sangat setia, Kyai Barep membangun dusun yang awalnya dusunnya Kyai Barep dan sampai saat ini yang dikenal sebagai dusun Barepan. Di mana warganya hidup tentram, damai, bergotong-royong dan bahu membahu untuk membangun kemajuan peradaban dan kemajuan dusunnya.

Kini Kyai Barep tinggal menyaksikan bagaimana kebahagiaan warganya dengan duduk di singgasana yang telah disediakan untuknya oleh Sang Hyang Agung. Sampai saat ini dusun tersebut dikenal sebagai dusun Barepan.

Seni Tari Wira Catra digambarkan sebagai bentuk dari perjuangan dan pengabdian seorang Kyai Barep terhadap warga masyarakatnya, yang selalu bersama-sama berjuang dan bertahan hidup di hutan belantara yang penuh dengan bermacam binatang liar, untuk bersama sama membuka lahan untuk bermukim dan bermasyarakat yang damai dan berkecukupan.

 

Gambar

Narasumber

  • Wawan, 43 tahun, pelaku budaya, Tokoh seni topeng ireng Wira Catra, dusun Barepan desa Wanurejo,

     

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...