(oleh Mifti Anjani dan Erwanudin)

Narasi

Pada Kalender atau penanggalan Jawa terdapat beberapa nama bulan yang berbeda dari kalender masehi ataupun hijriyah. Terdapat 12 nama bulan yaitu: Suro, Sapar, Mulud, Bakdo Mulud, Jumadilawal, Jumadiakir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkongidah, dan Dulhijah. Memang betul terdapat sedikit persamaan dengan nam-nama kalender Hijriyah.

Bagi masyarakat jawa, pada tiap-tiap bulan memiliki makna masing-masing. Begitu pula kami masyarakat Desa Kenalan, dalam keyakinan kami tiap bulan memiliki makna dan tradisi di dalamnya.

Narasumber yang kami temui malam itu adalah Pak Teguh, beliau adalah salah seorang Kepala Dusun (Kadus) yang ada di Desa Kenalan. Usia beliau saat ini menginjak 55 tahun, belum begitu tua memang, tetapi berkat pengalaman beliau menjadi Kadus banyak ilmu yang kami dapatkan dari beliau. Rumahnya berada di pusat desa kenalan, yaitu di Dusun Kemloko III, sebelah rumahnya terdapat sungai yang  pembelah desa menjadi Dusun Bagian utara sungai dan Dusun Selatan sungai, Pak Teguh Merupakan Kadus Desa sebelah utara sungai.

7 bulan tradisi

Kembali dengan cerita tradisi bulan jawa yang masih lestari bagi masyarakat desa Kenalan. Setidaknya terdapat 7 bulan yang didalamnya terdapat tradisi atau rutinitas di dalamnya. Pada Bulan suro terdapat hal-hal yang sudah di ceritakan penulis dengan tulisan lainya (kegiatan malam 1 suro, ziarah makam sesepuh desa, dan slametan 10 muharam). Sapar terdapat tradisi saparan dan juga rabu wekasan. Bulan mulud, sesuai dengan sejarah yang ada bahwa pada bulan ini merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad, yang mana dengan adanya moment tersebut masyarakat kemudian masih bersuka-ria menyambut hari kelahiran beliau. Rejeb, pada bulan ini juga dilaksanakan peringatan hari besar umat Islam. Ruwah, tpada bulan ini masyarakat menjalankan tradisi nyadran, dan ruwahan (sudah diceritakan dengan tulisan lain). Setalah bulan ruwah maka datanglah bulan puasa, pada bulan puasa banyak sekali tradisi-tradisi yang berlangsung pada bulan tersebut. Kemudian ada bulan syawal dan bulan besar, bulan hari raya bagi umat muslim.

“Nggeh, sakniki nyuwun diceritake setunggal-setunggal pak.” Pintaku untuk memperincikan tradisi-tdarisi yang masih di laksanakan oleh masyarakat desa Kenalan. “dimulai dari bulan suro saja pak, biar lebih runtut ceritanya”lanjutku.

BULAN SURO/MUHARAM

“pada dasarnya muncul kegiatan di bulan muharram itu belum lama, awalnya kegiatan bulan suro itu hanya sebatas sholat sunat suro atau yang sekarang lebih dikenal sebagai sholat akhir tahun dan sholat awal tahun, tetapi pada akhir-akhir ini setelah ditemukannya makam di Gondopurowangi, sekitar tahun 80an, kemudian di Desa kenalan muncul kegiatan haul suro yang diperintahkan oleh seorang ulama Mbah Mad watucongol”

Siapa sebenarnya yang makamnya terdapat di Gondopuro wangi dan kemudain pada setiap bulan muharam ini di khouli oleh masyarakat Desa Kenalan? Mereka adalah para pejuang, para pengikut Pangeran Diponegoro yang pada masa penjajahan Indonesia juga turut berjuang dan membantu pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajah. Nama-nama mereka adalah Pangeran Prawiro Gondokusumo, Raden Ahmad Kusumo, dan Raden Prawiro Kusumo.

 

BULAN SAPAR

Di bulan sapar tradisi yang ada di masyarakat Desa Kenalan adalah adanya Slametan REBO WEKASAN. Rebo wekasan adalah rabu terakhir pada bulan sapar. Kegiatanya sendiri adalah sholat tolak balak yang dilakukan oleh umat muslim dan dilaksanakan di masjid-masjid ataupun mushola-mushola yang ada di Desa Kenalan. Dahulu memang hanya dilaksanakan di Dusun klanten sebab masjid memang baru ada satu, setelah masyarakat Desa sudah bertambah banyak masing masing dusun meminta ijin untuk membangun tempat Ibadan di dusun sendiri-sendiri, berawal dari Gempal, wonolelo, kemudian Mawung dan terakhir Nalan.

Balak

Mengapa ada kegiatan tersebut? bahwasanya masyarakat desa Kenalan secara turun temurun meyakini bahwa pada bulan atau pada malam rabu terakhir bulan suro tersebut Yang Maha Kuasa sedang menurunkan berbagai jenis balak bagi umat manusia. Balak sendiri menurut Pak Teguh artinya adalah cobaan atau jika kekuatan atau dampaknya lebih besar bisa dikatakan menjadi malapetaka.

Kemudian sebab sedang diturunkannya balak tersebut, dari para manusia itu berupaya dengan memohon perindungan agar, balak-balak tersebut tidak mendatngai mereka. Dan ataupun jika mendatangi mereka, yang terkena balak ini dapat sanggup dalam menghadapi balak tersebut hingga balak atau cobaan itu berhasil dihadapinya.

Shodaqohan

“Seiring dengan berjalanya waktu, kemudian juga masyarakat memberikan Shodaqohan, yang berlandaskan pada  sebuah Hadis Nabi yang berbunyi : “Assodaqotu tadfa’ul balak” bahwasanya sodaqoh sebuah upaya menolak balak. Tidak hanya itu, tetapi juga pada zaman dulu memang sumber daya makanan juga masih belum semudah pada zaman sekarang..” jelas Pak Teguh lebih lanjut

Sholat tolak balak

Selain dari pada sholat tolak balak, dalam tradisi masyarakat Desa Kenalan adalah setiap bayi/anak yang lahir pada bulan sapar akan diadakan slametan selam 7 tahun pada hari kelahiaran sang anak. Prosesi slametan menggunakan pembacaan sholawatan bahasa kenalanya berjanjenan. Berjanjenan ini boleh dilakukan oleh kaum laki-laki ataupun juga kaum perempuan, bisanya dilakukan pada malam hari. Tujuanya adalah memohonkan perlindungan bagi anak yang lahir di bulan yang pada bulan tersebut bersamaan dengan bulan diturunkanya balak ke bumi oleh sang Maha Kuasa. Sehingga harapanya anak yang lahir di bulan tersebut terselamatkan dari balak yang juga sedang turun ke bumi.

Slametan Nyapari

Pada prosesi slametan ini juga akan di sediakan berbagai makanan-makanan ubo rampe slametan seperti: tumpeng, ambeng/liwet waras, jenang abang-putih, serta adanya jajan-jajan. Sebenarnya pada slametan ini juga bisa dikatakan sebagai perayaan ulang tahun menggunakan penanggalan jawa, sebab hari pelaksanaanya sama dengan hari lahir si anak. Dilaksanakan selama 7 tahun berturut-turut. Tetapi oleh beberapa masyarakat slametan ini juga tetap dilaksanakan pada tiap-tiap tahunya. Dan kegiatan ini disebut dengan NYAPARI, yang artinya memperingati hari kelahiran anak yang lahir pada bulan Sapar.

Nyurani

Dalam penerapanya ternyata beberapa masyarakat juga melakukan tradisi yang sama pada anak yang lahir di bulan suro, dan yang demikian di sebut oleh warga dengan NYURANI.  (hasil wawancara kecil dengan bapak Mustaqim, warga Nalan II)

Auman

Selian dua kegiatan diatas ada sebuah budaya atau tradisi baru yang disebut SAPARAN. Saparan adalah ucapan rasa bersyukur kepada ALLAH SWT atas limpahan rahmat,hidayah,inayah dan rizki secara bersama sama mencakup seluruh warga masyarakat desa.acara ritual atau doa bersama ini,sudah sejak lama di lakukan dan dilaksanakan oleh warga masyarakat desa kenalan.akan tetapi pada zaman dulu,dilakukan oleh masing masing warga atau per dusun (auman). makna dari auman sendiri adalah ritual doa bersama dengan skala kecil.

Pada tahun 2015 pemerintah desa kenalan memulai atau mengawali acara ritual saparan (merti desa) secara bersama sama dengan mencakup seluruh warga masyarakat desa kenalan baik itu muslim maupun non muslim. waktu pelaksanaanya dilaksanakan pada bulan sapar. (dikutip dari wawancara Pak Kamidi).

MULUD

Muludan, berasal dari kata mulud diserap dari bahasa Arab walada yang berarti lahir/kelahiran. Nah kelahiran ini adalah kelahiran seseorang yang sangat istimewa bagi kaum muslimin, siapa lagi kalau bukan Nabi Muhammad SAW. Seorang panutan terbesar bagi umat muslim.

Bagi umumnya masyarakat, jika seseorang pelopor atau panutan yang sudah meninggal sikap penghormatan bagi seorang tersebut adalah dengan memperingati hari kematianya. Tetapi bagi seseorang seistimewa Nabi Muhammad penghormatan di lakukan dengan merayakan hari kelahiran beliau.

Budaya Berjanjen

“nek kegiatan muludan seng ono saiki durung sek sepoh-sepoh, seng berjanjen kui.” Mengawali cerita tentang muludan ini “berjanjen (muludan) kui sak elingku, pas aku jeh cilik.. koyo-koyo pas jaman aku SD” cerita beliau sambil terus mengingat-ingat ”Pas itu, pak ne sampean ijeh mondok, Pak Dul mondok tapi kadang-kadang sudah pulang. Kemudian merintis yang namanya berjanjen ” “kemudian dari situ, munculah budaya berjanjenan pada bulan mulud”.

Puncak syair Srokal

Berjanjen itu apa? Berjanjen adalah pembacaan mauled nabi atau mudahnya membaca kisah hidup, kisah keteladanan dari sang penutan yakni nabi Muhammad. Pembacaan berjanjen ada yang di baca seperti lagu-lagu /syair, ada yang dibaca seperti dongeng, dan pada puncaknya yakni adalah srokal, dimana syair yang dibaca adalah syair untuk menyambut kedatangan Nabi.

Berawal dari dusun klanten, kemudian pada tahun berikutnya dusun-dusun lain juga mulai mengadopsi budaya ini tiap-tiap malam ada dua orang klanten yang pergi ke dusun sebelah untuk mengajari berjanjenan ini. Ada juga yang malah sampai ke Desa sekitar, seperti di Kedungan (desa Sambeng) dan juga di serut (Desa Bigaran). Yang ini pelopornya adalah Mbah Sis, Pak Turmudi, Pak Kayat dan Pak Dalman.

Berlangsung 12 hari

Kegiatan tersebut berlangsung selama 12 hari mulai dari tanggal 1 sampai pada tanggal 12 bulan mulud. Lokasinya berada di masjid dan dulu masih dilakukan bersama-sama, untuk saat ini sudah dibagi menurut Rt atau jamaah masing-masing. Tetapi dulu itu”Pas walaupun jaman masih belum ada pencahayaan listrik, masih sering hujan. Tetapi rasanya itu sangat bahagia, semangat di masjid itu pasti penuh orang. meskipun hujan deras, karena  memang pas bulan mulud itu bulan musim hujan, tetapi semangat orang-orang untuk berangkat ke masjid dan berjanjenan itu sangat luar biasa (regeng) dan rasa regengnya itu sangat beda jauh dengan saat ini, tetep regeng dulu” tutur Pak Teguh dalam menggambarkan suasana pada budaya muludan jaman ia kecil dan saat ini.

Khataman Berjanjen

Kemudian pada malam ke 12 itu mengadakan khataman berjanjen. Pada malam khataman juga sudah langsung dirintis yang namanya shodaqohan, meskipun dulu masih susah ibaratnya yang punya jagung ya bawa jagung, yang punya nasi ya bawa nasi, apapun yang dimiliki, bisa dijadikan shodaqohan.

REJEB

Pada bulan rejeb itu sudah agenda khusus, agendanya pengajian.

“Pengajianya dimana pak” Tanya kami pada Pak Teguh.

“pengajianya ditempat sampean itu, jadi karean atempat ngaji yang ada hanya ada di tempat njenengan jadi setiap bulan Rejeb diadakan pengajian peringatan Isro’ mi;roj dan juga khataman Al-Qur’an. Dan yang paling sering rawuh untuk menyampaikan tausiah pada pengajian rejeban dulu adalah Mbah Bazari, tapi itu dulu kalau sekarang ya ganti-ganti”.

Khataman al-Quran

Khataman al-qur’an sendiri merupakan tasyakuran saat seorang anak yang mengaji al-quran sudah selesai, maksudnya yang di gurukan. Pada acara tasyakuran juga ada hidangan-hidangan khusus yaitu, sego tumpeng pepak dengan berbagai macam lauk pauknya (kluban, endog, mie goreng, kering tempe, serundeng, lento, petek) ada juga ingkung ayam, dan juga jenang abang-putih. Hidangan ini adalah sebagai salah satu bentuk rasa syukur dari orang tua karena si anak mau dan bisa selai mengaji al-qur’an dengan Gurunya.

Kirab Budaya

Selain tasyakuran dengan pengajian juga diadakan kirab budaya. Terdiri dari berbagai macam kesenian yang ada di Desa Kenalan tentunya, ada seni Ndas-Ndasan, ada kesenian sholawatan jawa, ada yang kesenian obat-abit, drumband, angklung,  dan juga seni wer-weran. Kirab ini selain bertujuan untuk menjadi motivasi belajar bagi  Al-quran anak, karena anak yang khataman juga akan di arak dengan iring-iringan kirab tersebut. Juga merupakan upaya pelestarian kesenian yang ada di Desa Kenalan. Tetapi untuk pelaksanaan kirab ini memang tidak diadakan pada setiap tahun, sebab kirab adalah agenda pendukung dari khataman Al-qur’an, jadi kirab akan menyesuaikan dengan ada atau tidaknya anak yang akan melakukan khataman. Sedangkan pengajian tetap ada setiap tahunya.

 

RUWAH

Masih dengan Pak Teguh, “kalau agenda bulan ruwah itu dulunya hanya sebatas nyadran saja, sedangkan sekarang selain nyaran ada pula ruwahan”

Ngirim

Nyadran adalah tradisi ngirim untuk para arwah leluhur yang disemayamkan di desa. Ngirim disini bukan kemudian memberikan sesajen untuk arwah, melainkan mengirim do’a. Nyadran sudah dilakukan turun temurun oleh masyarakat Desa Kenalan, ada yang menceritakan bahwa tradisi nyadran ini merupakan tradisi serapan dari Kraton Yogyakarta, ada pula yang menceritakan bahwa tradisi tersebut memang hanya mengikuti tradisi kakek buyut.

Perkembangan Nyadran

Bercerita pula pak teguh tentang fase perkembangan nyadran dari beberapa generasi sesuai dengan yang pernah dialami oleh pak teguh. Pertama fase Ancak, sebuah wadah yang terbuat dari anyaman bambu ukuran 80 cm, berbentuk kotak di bagian atasnya diwengku, ancak kemudian di isi dengan Nasi dan berbagai macam kelengkapan yang ditempatkan pada takir-takir kecil. Kelengkapan ancak ada rempah, sayur kacang, sayur kentang, sayur gori, sayur tumis buncis, sayur kecipir, sayur papaya muda, mie goreng, lento, serundeng, petek, tempe goreng/bacem, kerupuk, dan telur (bila ada) serta nanti akan ditambahkan juga nasi wuduk dan suiran ayam ingkung. Pada fase selanjutnya ancak sudah tidak dipakai diganti menggunakan tipungan/sarang  sebuah wadah terbuat dari anyaman bambu, bentuknya dasarnya segi empat tetapi bagian atasnya oval. Isian dari pada tipungan ini variasinya lebih sedikit tidak sebanyak isian ancak.

Ruwahan

Setelah nyadran, ada yang namanya ruwahan. Ruwahan sendiri adalah bentuk kecail dari nyadran, jika nyadran dilakukan oleh masing-masing dukuhan, kalau ruwahan lingkupnya hanya RT.

Malam memang semakin larut tetapi memburu cerita dari Pak Teguh masih di lanjutkan.

Bulan ruwah berbatasan langsung dengan yang namanya bulan Poso/Ramadhan. Tentunya banyak persiapan-persiapan yang dilakukan masyarakat desa dalam menyambut bulan Poso ini.

Nidur

Nidur, nidur adalah budaya membunyikan bedug sebagai tanda akan adanya sebuah momentum besar. Nidur dilakukan oleh anak-anak usia SD-SMP, menabuh bedug dan kentongan menggunakan tongkat kecil, membuat irama-irama indah dari suara yang dihasilkan oleh bedug dan kentongan. Nidur adalah ungkapan kegembiraan atas kedatangan momentum baik dalam setiap tahunya. Sehingga anak-anak yang menidur itu juga sedang dalam suasana yang riang-gembira, perasaan suka-cita, dan bahagia. Dan perasaan tersebut juga tersalurkan pada irama yang dihasilkan dari nidur tersebut. Dalam irama nidur juga ada seperti awalan lagu (intro), reff dan penutup meskipun alat yang digunakan hanya dari bedug dan kentongan.

Dalam kamus orang kenalan ada momentum yang sebelumnya diadakan nidur:

  • Nidur sehari sebelum datangnya bulan Ramadhan.
  • Nidur pada setiap malam bulan Ramadhan setelah selesai sholat tarawih.
  • Nidur untuk membangunkan orang sahur
  • Nidur sehari sebelum hari raya Iedul Fitri
  • Nidur saat prosesi salam-salaman setelah shola tied
  • Nidur sehari sebelum hari raya Iedul Adha

Menurut pak teguh budaya nidur ini sudah ada sejak beliau masih kecil, jadi pak teguh ini juga sudah merasakan bagaimana gembiranya nuthok bedhug untuk nidur.

Padusan

Padusan ini merupakan budaya mandi sunnah sebelum datangnya bulan ramadhan. Padusan saat pak Teguh kecil adalah dengan cara lelumban/bermain air di sungai terdekat. Tidak harus pergi ke pantai-pantai atau kolam renang seperti budaya orang-orang jaman sekarang.

Harapan atau tujuan dari padusan ini adalah untuk mensucikan diri saat memasuki bulan yang suci yakni bulan puasa ramadhan. Tidak hanya suci secara fisik tapi juga hatinya saat menjalankan ibadah puasa.

Tatacara mandi padusan adalah berniat mandi sunnah yang dalam bahasa jawanya kurang lebih seperti ini “niat ingsung adus kerono tekane wulan romadhon ikilah tahun sunnah kerono Allah Ta’ala”. Kemudian membasuh selurih tubuh, dari ujung rambut kepala sampai ujung kaki untuk lebih mudahnya dengan cara lelumban itu tadi. Sebab saat lelumban itu kita masuk ke air sungai, ya mirip seperti berenang.

Berseh

Berseh yang dalam bahasa Indonesia adalah bersih, memang merupakan awal prosesi tradisi nyadran di Desa Kenalan. BersehBERsih-bersih SarEHan” atau makam. Dilakukan 2 atau 3 hari sebelum puncak acara Nyadran. Ibaratnya seperti ketika mau lebaran, kita membersihkan rumah. Tetapi rumah yang dibersihkan adalah rumah masa depan atau sarean. Dimana para leluhur, cikal bakal, kakek, nenek, orang tua yang sudah meninggal bersemayam”mosok seng mati arep resik-resik dewe to nduk?” terang narasumber. Membersihkan seluruh area makam, dilakukan bersama-sama oleh semua warga dusun setempat. Terkadang beberapa warga juga menggunakan kesempatan ini untuk berziarah dan juga nyekar di makam leluhur mereka. (kutipan wawancara pak umar)

Long Lodong

Long lodong adalah permaian rakyat/permainan tradional dari bahan bambu. Permainan tradisional long lodong adalah permainan anak-anak yang dalam bahasa Indonesianya dapat di artikan Petasan yang terbuat dari Bambu. Long lodong yang sudah jadi seperti meriam radisional. Terbuat dari bamboo yang sudah besar, tali kawat, dan tali tambang, sedangkan sebagai mesiunya adalah bahan bakar minyak tanah.

Bambu yang sudah dipotong sepanjang 2 meteran dibersihkan lugut-nya. dilubangi bagian dalamnya (bagian ros-rosan) sampai tersisa ros-rosan paling pangkal. Buat lubang ke 2, pada pangkal badan bamboo, yang gunanya untuk menyulutkan api pada saat permainan. Tunggu mengering kurang lebih 1-2 minggu. Untuk mendapatkan tingkat kering yang lebih bagus bisa disimpan di dapur (tradisional) yaitu di pogo, , sehingga saat di gunakan bambu tidak akan pecah. Setelah bambu mongering, tali kawat yang sudah disiapkan dililitkan pada bagian pangkal badan bambu, dan tali tambang pada bagian ujung bambu  untuk menjaga saat terjadi ledakan bambu tidak pecah.

Setelah siap carilah lokasi yang strategis untuk memainkan permainan ini. Siapkan kayu atau batu untuk digunakan sebagai pengganjal bamboo bagian depan sehingga bamboo terlihat mendongak ke atas. Siapkan bahan-bahan pelengkap dan permainan long lodong siap dimulai

POSO

permainan LONG LODONG

Pada saat sudah memasuki bulan ramadhan, adalah waktu paling pas untuk bermain long lodong ini. Bambu yang sudah disiapkan selama beberapa hari sebelumnya diambil, di bawa ke depan rumah. Ditata seperti sebuah senjata yang akan menembakan meriam pada musuh. Bamboo tersebut kemudian diisi dengan minyak tanah/ solar yang dicampur bensin/ bisa juga karbit sampai separuh dari kapasitas lodong (bambu) tersebut. Ambil sebatang bambu kecil untuk menyalakan api melalui lubang kecil yang telah dibuat. Setelah persiapan siap, panaskan lodong dengan cara memasukan api sampai mengenai bahan bakar, biasanya harus melakukan proses ini beberapa kali sampai kemudian long lodong menghasilkan suara yang diharapkan.

Duooooooor duoooor duooooor, begitulah kira-kira suara yang dihasilkan. Jika salah seseorang sudah dimulai membunyikanya teman-teman yang lain akan menyusul memainkannya dari rumah masing-masing. Bersaut-sautan bak melemparkan meriam di medan peperangan untuk menyerang musuhnya. Bayangkan saja, di desa kenalan yang lokasi desanya berada di lembah, jika terdengar suara yang besar ini suara akan merambat ke berbagai pelosok desa, menggema tetapi tidak menakutkan malah menggembirakan. Bagaimana bisa menggembirakan? ya karena ini adalah permainan, sehingga yang ada adalah perasaan bahagia dan senang apalagi saat teman-teman yang lain menyahut permainan ini dari berbagai penjuru dusun.

Permainan long lodong ini sudah ada sejak Narasumber Pak Teguh masih usia belia, Pak Teguh pun sampai saat ini masih teringat jelas bagaimana keseruan dari semua proses permainan ini. Mulai dari proses pembuatan hingga pada saat memainkanya, semua dirasa sangat menyenangkan bagi beliau. Permainan long lodong memang lebih banyak ditemui saat bulan puasa. Tidak kenal waktu, kapan pun anak-anak mempunyai waktu luang mereka sangat semangat untuk memainkan permainan ini. Pagi hari setelah bangun tidur, sore hari saat menunggu waktu berbuka puasa, saat menunggu waktu sholat tarawih, bahkan setelah sholat tarawih. Walaupun ada moment-moment spesial yang akan digunakan anak-anak untuk memainkan long lodong ini, kapan? Pada malam 17an (dibaca pitulasan), malam 21an (dibaca selikuran), malam 27an (dibaca pitulikuran), dan pada malam takbiran.

Jaburan

Jaburan adalah makanan yang hanya akan kita temui di bulan POSO. Mengapa? sebab jaburan ini merupakan jajan, jajan yang di bawa oleh para jama’ah sholat tarawih untuk nanti di nikmati bersama saat setelah selelai melaksanakan sholat tarawih.

Asal muasal jaburan ada di desa Kenalan, jaburan digunakan oleh seorang pendakwah, namanya Mbah Kasan Duriyat untuk mengajak masyarakat mau mengikuti sholat tarawih. Betul karena pada jaman itu, sholat tarawih belum terlaksana seperti jaman saat ini, masyarakat belum mengetahui apa itu sholat tarawih, dst. Kemudian Mbah Kasan Duriyat ini mengajak masyarakat untuk datang ke Langgar (mushola),  tentu saja awalnya tidak langsung diajak ikut sholat tarawih, hanya menyaksikan Mbah Kasan Duriyat melaksanakan sholat tarawih. Setelah Mbah Kasan Duriyat selesai sholat warga yang datang diajaknya bersama-sama menikmati hidangan mewah, waktu itu makan mewahnya adalah Telo Godog dan wedang Gulo Jowo. Satu hari, dua hari, tiga hari, berlangsung seperti itu terus menerus. Masyarakat diminta datang ke Langgar, menunggu Mbah Kasan Duriyat selesai sholat tarawih kemudian menikmati hidangan yang disediakan. Setelah itu, masyarakat pun akhirnya kepo dengan apa yang dilakukan oleh Mbah Kasan Duriyat, dan kemudian singkat cerita mengikuti apa yang Mbah Kasan Duriyat laksanakan. Sampai pada titik menyediakan hidangan untuk dinikmati bersama-sama setelah selesai sholat tarawih tersebut, yang kemudian dikenal dengan JABURAN. (narasumber bapak Toha Asy’ari)

Rujak Kelopo

Jenis jaburan ini memang tidak tersedia di tiap-tiap malam bulan poso, melaikan hanya pada malam-malam tertentu. Yaitu pada malam 17an, 21an, dan 27an saja. Jenis jaburan ini adalah Rujak kelopo dan Blendung.

Rujak kelapa, sejenis wedang tradisional yang terbuat dari daging buah kelapa yang masih muda dan air gojagan gulo jowo (sisa pembuatan gula jawa). Kelapa yang masih muda di ambil dagingnya, di iris tipis-tipis kemudian dimasukan ke air gojagan gulo jowo yang telah mendidih. Selagi hangat dituang kedalam wadah yang ada tutupnya sehingga saat dibawa ke masjid/mushola pada malam harinya rujak klopo masih hangat untuk dikonsumsi. Tentang rasanya bagaimana? Ras dari rujak klopo tentunya manis dan legit, karena air yang digunakan adalah air gojagan gulo jowo, ditambah dengan irisan kelapa muda yang membuat rujak ini memiliki tekstur yang sedikit kriyak-kriyak.

Blendung

Sedangkan untuk jajananya adalah BLENDUNG jagung. Pada bulan puasa dahulu sering jatuh pada saat panen jagung, sehingga masyarakat mengolah jagung ini untuk dijadikan jaburan yang akan dibawa ke langgar. Jagung yang dipilih adalah jagung yang sudah tua. Jagung tersebut dipisahkan dari batangnya istilahnya itu dipritili. “Jagung tersebut kemudian di kukus sampai empuk, waktu jaman dulu bisa sampai satu malam, karena masih belum ada teknologi panci presto, hehehe.” Cerita narasumber pada team desa. Setelah jagung tersebut matang diberi bumbu, bumbunya sangat sederhana yaitu garam. “Iya hanya garam saja, tak perlu yang lain. Wahhh ngono we rasane wes enak tenan kok nduk…” lanjut dari narasumber memberikan penjelasan. Tetapi terkadang, Blendung juga ada yang di tambah dengan parutan kelapa muda, sehingga rasanya lebih nikmat lagi.

SYAWAL

nek bahas khoul suro, mbalik neng pembahasan khoul syawal, kalau KHAUL SYAWAL ini adalah khoul yang sudah di adalah lebih dulu ketimbang khoul suro. Sebab khoul syawal, sudah ada sejak jaman ne mbah-mbahne awekdewe” jelas Pak Teguh.

“Tepatnya sejak kapan pak, sejak jamne Mbah Sis kakung (mbah sis adalah bapaknya PakTeguh)?” timpalku

“wah yo punjul, wes ket jamane Mbah Tamhadi” Mbah Tamhadi adalah sesepuh Desa yang dulunya seorang pendakwah muslim yang mengajarkan agama bagi masyarakat Desa Kenalan.

Kalau  khoul suro dilaksanakan secara bergiliran dari dusun ke dusun, khoul syawal tidak demikian. Tempat dilaksanakanya khoul syawal menetap, hanya di berlokasi di Masjid Darussalam Klanten, sebab dulunya yang mengawali khoul syawal ini adalah masyarakat klanten.

Thoriqoh Syadzaliyah

Khoul syawal, awalnya merupakan khoul untuk pengikut Thoriqoh Syadzaliyah yang memang banyak di ikuti oleh para sesepuh Desa Kenalan pada waktu itu.  Para orang sepuh, mengikuti thoriqoh tersebut dalam rangka mengaji kesepuhan (kesepuhan hati). Sehingga muncul khoul syawal. Akan tetapi pada perjalananya tidak hanya pengikut Thoriqoh Syadzaliyah saja yang mengikuti kegiatan tersebut, tetapi juga seluruh masyarakat muslim Desa Kenalan

Untuk waktu pelaksanaan dulu adalah selepas selesai Sholat Iedul Fitri, ketika masyarakat masih berkumpul di Masjid langsung mengadakan mujahadahan bersama-sama, sebab dulu masjid di Desa Kenalan juga baru ada satu, yaitu masjid Darussalam Klanten. Kemudian saat ini hari pelaksanaan diubah menyesuaikan dengan jadwal dari khoul syawal Watucongol (salah satu guru toriqoh yang ada di Magelang), biasanya hari senin kedua setelah khoul syawal Watucongol. Terjadi pula pembaharuan menganai  khoul syawal, dimana khoul yang dulu untuk Guru Thoriqoh Syadzaliyah, saat ini khoul juga ditujukan bagi guru-guru ngaji seluruh desa Kenalan sebagai wujud ngabekti kepada guru yang telah mencerdaskan masyarakat baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup.

Salah satunya adalah beliau,simbah purwadi,Guru ngaji, guru spiritual, guru social masyarakat desa Kenalan aktif sejak masih jaman penjajahan sampai pada tahun 2000an.

Sholat Idul Fitri

SHOLAT IDUL FITRI, sebuah ibadah sunnah yang dilakukan umat muslim pada pagi hari jam 6-7an,  tanggal 1 setiap  bulan syawal. Sholat ini juga merupakan sebuah ungkapan kemenangan setelah selama 1 bulan menjalankan puasa Ramadhan.

Pada sebuah perayaan tentunya aka nada yang namanya ekspresi rasa, nah masyarakat desa kenalan dari tahun ketahun juga memiliki caranya tersendiri untuk mengekspresikan perayaan tersebut. Setelah ibadah selesai orang-orang akan berdiri kembali, membentuk barisan memanjang kebelakang dan kemudian saling bersalam-salaman (bermaaf-maafan), di awali oleh yang paling depan adalah orang paling sepuh, atau orang paling disepuhkan oleh masyarakat, baru dilanjutkan oleh orang-orang yang usianya lebih muda. Pada saat prosesi salam-salaman ini juga diriringi dengan membaca sholawat dan juga tiduran bedug.

Kepungan

Setelah prosesi secara keagamaan selesai, biasaya akan di laksanakan Mahanya budaya, apalagi kalau bukan makan-makan. Budaya ini memang juga budaya yang tibul setelah adanya banyak perubahan di Desa Kenalan, yang dulunya makanan masih sulit kemudian menjadi ada yang lebih mudah didapatkanya. Pada hari syawal, seletah shola Ied. Masyarakat berkumpul bersama di serambi sampai di halaman masjid untuk makan bersama-sama biasa di desa kami di sebut kepungan. Yang membawa makananya siapa,? semua orang, siapapun yang datang ke masjid boleh membawa makanan yang siap makan. Biasanya adalah nasi, sayur dan lauk pauk. Nasi dan kelengkapanya tersebut di tempatkan pada wakul (ceting), kemudian nantinya warga akan bergerombol sekitar 5-6 orang dan akan dibagikan pada masing-masing gerombolan tersebut 1 wakul nasi untuk dinikmatinya.

Balon udara dan mercon

Setelah selesai para anak-anak muda akan memenuhi halaman masjid untuk melakukan budaya selanjutnya yakni nyumet mercon kertas. Untuk budaya ini berbeda-beda apada masing-masing generasinya. Dahulu yang pertama seingat Pak Teguh setidaknya sudah tiga kali terjadi perubahan generasi  “pertama, diadakan penerbangan balon yang terbuat dari kertas kredek, lambat laun berkembang menjadi balon plastik besar (berhenti sebab pernah waktu balonya turun kemudian menjadi kebakaran), dan saat ini nyumeti mercon”.

Badan

Tidak berhenti di situ, perayaan lebaran di desa kenalan juga masih berlanjut, namanya adalah BADAN. Bukan badan yang berarti tubuh tentunya, melainkan badan itu adalah sebuah budaya sowan kepada para sesepuh, para tetangga, dan para sanak saudara yang berlangsung pada hari raya. Kurun waktunya dari tanggal 1 sampai biasanya seminggu setelah hari raya Idul Fitri, tetapi juga tidak menutup kemungkianan setelah seminggu tidak boleh sowan, hanya saja pada waktu seminggu tersebut adalah waktu yang paling ramai. Orang-orang pun akan meliburkan pekerjaan-pekerjaan pada kurun waktu tersebut. Sehingga jika ada orang yang datang untuk Badan, tetap bisa bertemu.

Nah pada budaya badan ini, dirumah-rumah biasanya akan tersedia berbagai macam jenis makanan, entah makanan sejenis jajan atau snack ataupun makanan berat. Sebab siapapun, darimanapun orang yang datang badan kerumah akan dipersilahkan untuk makan.

 

BESAR

Bulan yang terakhir kami bahas adalah tradisi bulan BESAR. Pada bulan besar juga terdapat satu momentum besar yakni adanya hari raya Idul Adha, yang puncak perayaanya adalah dengan memotong hewan sebagai sarana kurbanan.

Menyembelih hewan kurban

Qurbanan, sebuah prosesi memotong hewan ternak (sapi dan kambing) yang hanya dilakukan pada bulan besar. Tujuan pemotongan hewan qurban adalah sekurang-kurangnya adalah karena syariat agama. Dikarenakan sebagian besar masyarakat di Desa Kenalan adalah seorang peternak sehingga masyarakat tidak perlu mencari hewan untuk berkurban sampai ke berbagai daerah. Masyarakat yang sudah berniat melakukan penyembelihan pada bulan besar, biasanya akan menyimpan hewan ternak mereka untuk digunakan pribadi.

Hewan qurban di desa kenalan tidak dikumpulkan pada kepanitiaan. Mengapa, sebab masih terdapat kekhawatiran dari masyarakat, barangkali pada suatu waktu hewan yang terkumpul tidak banyak malah tidak bisa mencukupi untuk di bagikan kepada semua masyarakat. Sehingga tradisi yang berlaku adalah hewan disembelih oleh tetua agama, dan di bagikan untuk lingkup satu RT saja.

Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat sebuah budaya baru, bahwa ketika ada suatu kelompok atau instansi yang memberikan hewan qurban untuk desa kenalan, maka semua masyarakat Desa Kenalan akan mendapat bagian baik itu muslim ataupun nonmuslim.

 

Gambar

Narasumber

  • Pak Teguh, 55 tahun, kepala dukuh dusun Kemloko III desa Kenalan
  • Mbah Purwadi, Sesepuh desa, tokoh masyarakat desa Kenalan

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...