Tata Cara Memancing Ikan di Kali Progo
(Narasi oleh Lukman Fauzi Mudasir dan Diyah Nur Arifah)
Narasi
Sungai Progo adalah sungai terbesar yang mengaliri Jawa Tengah dan DIY. Daerah Borobudur khususnya, Sungai Progo memiliki aliran yang meliuk-liuk dan menjadi batas alami antara Desa Borobudur dan Kota Mungkid. Dusun-dusun di Desa Borobudur yang dialiri Sungai Progo adalah Dusun Kenayan, Dusun Bogowanti Lor, Dusun Jayan, Dusun Kaliabon, dan Dusun Jligudan.
Sungai Progo menjadi salah satu sumber kehidupan untuk sebagian warga yang daerahnya dialiri sungai tersebut. Mengapa bisa disebut demikian? Sebab air yang mengalir dan tak pernah habis itu telah dimanfaatkan oleh warga sekitar semaksimal mungkin. Contohnya sebagai pengairan untuk sawah-sawah, tempat mencari ikan, dapat diambil batunya untuk kepentingan pembangunan, tempat rekreasi, bahkan memandikan hewan ternak pun bisa dilakukan di Sungai Progo.
Sebagai tempat mencari ikan misalnya, di Sungai Progo terdapat berbagai macam jenis ikan yang sudah disediakan oleh alam ini. Menurut Bapak Tarjo warga Dusun Jligudan yang masih aktif mencari ikan di Sungai Progo, untuk menangkap ikan di sungai tidak boleh sembarangan dilakukan, ada tata cara yang harus dilaksanakan. Apabila sembarangan nanti bisa tidak mendapat ikan atau orang tersebut bisa celaka. Selain menggunakan insting dan pengetahuan seperti yang sudah dijelaskan di atas, orang yang akan menangkap ikan sebaiknya meminta (berdoa) yang dikhususkan untuk yang diyakini menjadi penunggu sungai dan jalan yang akan dilalui. Doa yang wajib ditujukan ada 3, yaitu dikhususkan kepada Nabi Ilyasa yang diyakini masyarakat sebagai penjaga jalan, doa ini dibaca ketika mau berangkat mencari ikan.
Kemudian setelah sampai sungai doa yang dibaca dan dikhususkan kepada Nabi Kidir yang diyakini sebagai penjaga perairan dan yang terakhir berdoa sambil menyentuh air sungai yang dikhususkan kepada Dewi Nawangwulan yang dipercaya sebagai ratu ikan. Doa-doa tersebut diibaratkan sebagai tanda meminta izin supaya dalam perjalanan mencari ikan tidak mendapat gangguan dari makhluk tak kasat mata dan ikan yang di dapat benar-benar ikan bukan ikan jelmaan makhluk halus. Doa-doa tersebut bukan bermaksud syirik atau musrik, hanya sebagai ungkapan permisi atau permohonan izin karena mengingat waktu pencarian ikan yang cenderung dilakukan pada tengah malam dan di tempat yang banyak dihuni makhluk tak kasat mata. Pada saat mencari ikan tidak boleh menggunakan sorot lampu karena apabila terkena cahaya maka ikan akan bersembunyi. Jadi para pencari ikan hanya mengandalkan sinar bulan ketika mereka sudah sampai di sungai. Para pencari ikan biasanya mencari ikan dengan telanjang (hanya menggunakan pakaian dalam) hal itu diyakini dapat mengusir mahkluk halus sehingga mereka terhindar dari gangguan makhluk halus.
“Nek arep golek iwak pas tengah wengi loh yo, kui luwih apik wudoh. Pisan ben ora ribet wong arep nyemplung banyu sek kepindo ben demit kui wedi terus ora ganggu mergo dikiro wong ora waras” (Kalau akan mencari ikan saat tengah malam ya, itu lebih bagus saat telanjang. Pertama biar tidak bikin ribet saat masuk air, kedua biar hantu itu takut serta tidak mengganggu karena dianggap tidak waras) ujar Pak Tarjo.
Arti dari pernyataan beliau adalah kalau mau mencari ikan di malam hari itu lebih baik tidak menggunakan busana, disamping tidak ribet karena harus masuk ke air yang kedua supaya makhluk halus takut karena dikira orang gila.
Menurut Pak Tarjo hal ini sudah diajarkan nenek moyang beliau dan diyakini bahwa ketika kita tidak berpakaian maka makhluk halus akan takut sebab dianggap orang gila.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Pak Tarjo, Pelaku Budaya, desa Borobudur