(Narasi oleh Taufik Hidayat dan Jamil Rochmatulloh)
Narasi
Perayaan malam tahun baru Islam atau bulan muharram atau suronan merupakan kegiatan yang sudah turun temurun dari orang dahulu atau nenek moyang. Kegiatan ini diikuti oleh masyarakat Desa Tegalarum baik anak-anak, remaja atau orang tua. Karena mayoritas masyarakat di Desa Tegalarum beragama islam, jadi peringatan hari-hari besar islam seperti suronan selalu dilaksanakan. Bulan muharam atau tahun baru islam atau suronan diperingati dengan tujuan sebagai momentum untuk refleksi diri dari sesuatu yang kurang baik menjadi baik, sesuatu yang baik menjadi lebih baik dan mempertahankan yang lebih baik untuk tetap lebih baik. Tahun ini kegiatan cukup berbeda dari tahun sebelumnya karena situasi Pandemi Covid-19, jadi kegiatan dibatasi sesuai anjuran pemerintah namun untuk hikmah atau tema yang dilaksanakan tetap tidak berubah.
Rangkaian Kegiatan
Berdasarkan penuturan Bapak Madi, Kegiatan suronan tetap dilaksanakan dengan harapan masyarakat di Desa Tegalarum tetap mengenang atau tidak melupakan sejarah bagi mereka yang sudah berjasa, baik di tingkat kelurahan, kecamatan atau tingkat nasional, tokoh agama di desa tegalarum khususnya, dan tokoh di tingkat nasional pada umunya. Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada bulan muharram antara lain tahlilan, pengajian, doa bersama, jamasan secara pribadi, takbir keliling melibatakan anak-anak yang mengaji di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Desa Tegalarum, dengan mengunakan obor/oncor. Selain itu lomba-lomba yang sifatnya keagamaan untuk anak-anak, seperti lomba membaca kitab kuning, membaca Al-Qur’an, lomba adzan dan rebana. Dengan adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) kegiatan yang dilaksanakan di tahun ini antara lain jamasan yang dilakukan di rumah masing-masing, tahlilan, pengajian dan doa bersama.
Jamasan
Kegiatan malam 1 suro dilaksanakan masyarakat secara kelompok atau pribadi masing-masing. Kegiatan yang dilakukan secara pribadi oleh mereka yang mempunyai pusaka seperti keris atau pedang dengan mencuci pusaka atau dalam istilah jawa “jamasan/jamasi” menggunakan air, air kelapa dan bunga (bunga kenikir, mawar dsb). Hal itu ditujukan untuk memelihara pusaka atau dalam Bahasa Jawa disebut “ngopeni” karena diyakini pusaka mempunyai kekuatan supranatural, agar tidak menyerang dirinya, mereka harus memelihara pusaka seperti mereka memelihara diri sendiri. Tempat yang digunakan untuk jamasan yaitu dirumah masing-masing, tidak ada tempat khusus dan tidak dilakukan bersama karena mantra atau doa yang diucapkan kemungkinan berbeda dengan yang lainnya. Kegiatan yang dilakukan secara bersama pada malam 1 suro antara lain beberapa warga melakukan tirakatan dengan membaca tahlil, doa bersama serta mujahadah di masjid, mushola atau perempatan jalan. Harapannya, supaya masyarakat selalu diberikan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat.
Malam 10 suro
Kegiatan pengajian di bulan muharram dilakukan setelah sholat Isya’ di Masjid atau Mushola dipimpin oleh tokoh masyarakat (Mbah kaum atau Pak Kyai) dengan bacaan tahlil dan doa bersama menggunakan perpaduan bahasa arab dan jawa agar masing-masing jamaah bisa mengerti doa yang mereka panjatkan. Selain berdoa untuk keselamatan di awal sampai akhir tahun, diberikan rezeki yang banyak, halal barokah, sehat jiwa dan raga, masyarakat juga mendoakan para leluhur. Setelah selesai, acara dilanjutkan dengan memberikan santunan kepada anak yatim dengan cara mengusap kepala masing-masing anak yatim yang hadir di Masjid. Makna yang terkandung dalam santunan anak yatim lebih dalam lagi, yaitu agar kita senantiasa teringat, bahwa mereka membutuhkan sesuatu seperti yang kita butuhkan juga. Harapannya santunan yang datang bukan hanya di malam suro saja, karena kita punya tanggung jawab utnuk menyantuni anak yatim.
Ziarah makam
Pada pagi harinya sekitar pukul 7 pagi dilakukan ziarah makam di Desa Tegalarum diikuti oleh hampir seluruh masyarakat Desa Tegalarum. Ziarah dipimpin oleh Bapak Kyai yang ada di Desa Tegalarum dengan membaca tahlil dan doa bersama oleh seluruh peserta ziarah. Kegiatan Ziarah dimulai dari makam Dusun Prembulan yaitu bertempat di seberang jalan sebelum lapangan akmil ke makam Syaid Ali Assegaf. Ziarah berlanjut ke makam Dusun Susukan yang berada jauh sekitar 800 m dari Dusun Susukan. Meskipun jauh, masyarakat tetap antusias berbondong-bondong mengikuti kegiatan tersebut. Setelah dari Dusun Susukan, ziarah beralih ke makam Dusun Tegalwangi yang berada di Sebelah Timur Balai Desa Tegalarum. Selanjutnya ke makam Kedungrengit yang merupakan Dusun terakhir kegiatan ziarah Desa Tegalarum. Setelah selesai, maka berakhirlah kegiatan ziarah makam yang ada di Desa Tegalarum dalam rangka mengisi kegiatan di bulan muharram atau dibulan suro.
Tempe Suro
Selain berbagai rangkaian kegiatan di Bulan Muharram, salah satu hal yang identik dengan suronan yaitu bubur suro. Bubur suro adalah sayur yang kita masak khusus di bulan suro dengan rasa yang khas yaitu rasa pedas sedikit kaya akan bumbu rempah-rembah dan lada. Untuk kuahnya selalu berwarna kuning karena terbuat dari warna alami kunyit. Cara menghidangkan yaitu bersama-sama dinikmati dalam acara doa bersama baik di masjid atau mushola. Komposisi makanan pada bubur suro seperti sayuran kentang, tahu dan tempe. Yang menjadi spesial adalah tempe suro, berbahan dasar kedelai yang dibungkus bukan menggunakan plastik atau daun pisang, melainkan dengan menggunakan bambu. Cara pembuatannya yaitu menyiapkan bambu 1 buah yang masih utuh, kemudian dibelah menjadi 2 lalu tempe dimasukkan ke dalam bambu tersebut. Bambu ditutup dan ditunggu hingga tempe matang.
Pantangan Hajatan
Perayaan di Bulan Muharram bisa dikatakan sebagai kegiatan rutin yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tegalarum. Suronan merupakan momentum yang diperingati oleh masyarakat agar mengenang kembali kejadian-kejadian terdahulu agar selalu ingat perjuangan-perjuangan dari tokoh islam / para nabi. Pada bulan muharram ada beberapa orang yang berkeyakinan untuk tidak melakukan kegiatan yang bersifat besar seperti membangun rumah, resepsi pernikahan, khitan, atau kegiatan sejenisnya. Mereka tidak berani melakukan kegiatan di bulan muharram ini, karena berkeyakinan jika melakukan kegiatan tersebut, mereka akan celaka atau dalam istilah jawa “ketibanan sial”. Inti dari mereka mempunyai kepercayaan seperti itu adalah untuk menghormati bulan muharram ini karena banyak terjadi peristiwa besar yang merupakan hari berkabungnya umat islam. Sebagai rasa penghormatan terhadap kejadian tersebut agar kita menunda kegiatan kegiatan besar di masyarakat.
Harapan yang disampaikan oleh Pak Madi selaku Kasi Desa Tegalarum “bahwa kegiatan kebudayaan harus tetap lestari sepanjang masa. Teruntuk generasi muda senantiasa nguri-nguri budaya desa bukan hanya di bulan muharram saja, tetapi juga kebudayaan entah yang mengandung unsur agama, religi atau budaya murni agar tetap melestarikan budaya tersebut”.
Gambar
Narasumber
- Bapak Madi, Pemerhati budaya, Desa Tegalarum