(Narasi Oleh Ahmad Saeful M dan Zulfikar Maulana M )

Sholawatan nek wong biyen lekas jam 9 niku nek rung jam 3 rung bubar, wong bien, tenan niku, soyo ditanggung wong su pita n po memantu mesti nganti setengah 4. Ujar Mbah Slamet, 60 tahun.

Narasi

Mbah Slamet, sesepuh Dusun Ndawung yang sekarang sudah berusia 60 tahun, menceritakan bagaimana dulu Kegiatan Sholawat nabi diselenggarakan dari malam hingga menjelang waktu subuh. Sholawat arab bernada jawa masih senantiasa dikumandangkan di Dusun Ndawung, Bigaran tiap Malam Minggu Legi per selapan hari atau 35 hari. Kegiatan ini telah rutin diselenggarakan semenjak tahun 1930 an, diprakarsai oleh Mbah Dolah Umar saat menyebarkan agama Islam.

Sholawat ini menjadi salah satu media penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh beliau. Hingga saat ini masih senantiasa dilakukan, namun sayang pasca pandemi melanda terpaksa kegiatan ini masih belum dapat diselenggarakan.

Tebar, Jidor & Dodok

Terdapat beberapa alat musik pendukung yang digunakan untuk mengiringi alunannya, diantaranya terban , Jidor dan Dodok (Kendang), Terban berjumlah tiga, Jidor satu, dan Dodok(Kendang) berjumlah satu. Dodok (Kendang) merupakan salah satu piranti tambahan yang digunakan, mulanya hanya terban dan jidor, berhubung terdapat salah seorang yang mampu memainkan Dodok.

Total sudah tujuh generasi dan masih berlanjut hingga sekarang. Dahulu kegiatan ini dimulai pada jam Sembilan malam bahkan hingga pukul tiga baru usai. Dilakukan untuk memperingati acara khitan atau nikahan sehingga tuan rumah mengadakan agenda tersebut, maklum sudah banyak pemeluk agama islam sehingga alur fungsinya pun berubah.

Saat ini hanya dilaksanakan hingga kurang lebih pukul 12, karena banyak agenda masyarakat di hari berikutnya yang menanti seperti bekerja, Bahkan dulu lagunya mampu disenandungkan dengan lagu yang lebih panjang, namun sayang kemampuan nafas mulai menurun pada zaman sekarang.

Kitab Berjanjen

Isi yang diambil dan dilantunkan bukan mencatut” quran, namun kitab berjanjen/ kitab solawat, memang betul isinya menggunakan bahasa arab, namun tidak serta merta menggunakan bahasa arab lalu kita tafsirkan merupakan bagian dari al-quran. Dalam pelafalannya pun saat tertulis bahasa arab ngalaikaya, dengan nada jawa menjadi ngalaikoyo. Namun saat ini tetap ngalaikaya.

Ngge uri-uri sing sepuh-sepuh wong wes nglakoni kui men ora do ninggalke paninggalane wong sepuh” Iwan (35) membalas, menjelaskan alasan kenapa hingga saat ini kegiatan tersebut masih tetap lestari.

Gambar

Lokasi

mappress-id=

jadwal

  • Tiap Malam Minggu Legi per selapan hari atau 35 hari

Relasi Budaya

Narasumber

  • Mbah Slamet, 60 tahun, sesepuh desa, pelaku budaya; “Dulu shlawatan nabi diselenggarakan dari malam menjelang subuh.
  • Pak Iwan, 35 tahun, Pelaku budaya; “Melestarikan warisan sesepuh/leluhur agar tidak ditinggalkan generasi berikutnya.”

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...