(Narasi oleh Jiyomartono dan Nurudin)
Narasi
Bapak Abdul Karim, 50 tahun memproduksi pangsit dan ceriping sejak tahun 1997. Awalnya beliau dan temannya mencari informasi tentang cara membuat pangsit dan ceriping dan hingga sekarang masih memproduksi bersama dengan istrinya Ibu Nurul Atiqoh (39 tahun). Ibu Nurul Atiqoh membantu dalam pembuatan pangsit dan ceriping setelah mereka berdua menikah. Alasan mereka memproduksi kedua makanan ringan ini adalah untuk memenuhi kehidupan keluarga sehari-hari dan memberikan pekerjaan untuk ibu-ibu disekitar rumah mereka.
Sebelum pandemi, Pak Abdul Karim, Ibu Nurul Atiqoh dan ibu-ibu yang lainnya memproduksi pangsit dan ceriping setiap hari. Kecuali hari Jum’at dan hari Minggu. Tetapi setelah pandemi, mereka tidak lagi melakukannya setiap hari. Hanya dua atau tiga hari saja, bahkan terkadang hanya satu hari dalam satu minggu. Pembuatannya memakan waktu satu hari, dari pagi hingga sore. Dalam satu hari, mereka dapat memproduksi 2 kwintal ceriping atau 300 bungkus.
Proses pembuatannya diawali dengan mengupas ketela terlebih dahulu. Kemudian dicuci dan dipotong. Setelah itu ketela dimasukkan kedalam mesin untuk ditipiskan. Setelah tipis, ketela akan digoreng dan diberikan bumbu saat ketela sudah dalam keadaan setengah matang. Bumbu untuk ceriping terdiri dari dua macam yaitu garam dan penyedap rasa. Ceriping yang sudah selesai dimasak kemudian dijual seharga Rp.4.500,- (th 2021) per plastik dan dijual di sekitar Borobudur.
Gambar
Lokasi
Narasumber
- Bapak Abdul Karim, 50 tahun, pembuat ceriping kontoler, Desa Wringinputih
- Ibu Nurul Atiqoh, 39 tahun, pembuat ceriping, Desa Wringinputih