(Narasi oleh Lukman Fauzi Mudasir dan Diyah Nur Arifah)

Narasi

Kesenian Turangga Muda dari Dusun Ngaran 1 sudah berkumpul di rumah Bapak Wahono, disana sudah dipersiapkan sesaji dan kuda kepang, butho (raksasa) serta kuda celeng dan topeng pentul tembem yang rencana malam ini akan di-jamasi (mencuci). Air dari Sendang Suroloyo dan Sendang Brojonalan serta air sumur dari Pak Wahono yang dicampur lalu ditampung dalam dua ember besar untuk dipersiapkan buat jamasan.

Pemanggilan indang

Pemanggilan indang dari Sendang Lanang, bernama Jogo Maruto, Joyo Mangkoro, Mayangkoro, Durmo, Linggo broto, dan Linggo Dwipo, serta indang dari Sendang Kawidodaren, yakni Cipto wening, Nawang Wulan dan Nawangsih yang dilakukan tepat pada malam selasa kliwon pukul 21.00 di rumah ketua kesenian. Doa dipanjatkan, lalu pembakaran kemenyan dan dupa dimulai, satu persatu peralatan kesenian dicuci dan digantungkan pada tempat yang sudah dipersiapkan.

Kuda kepang putih

Mbah Sabar dan Mbah Diono serta Mas Budi selalu mendampingi selaku sesepuh dan sang penimbol dengan memberikan arahan agar tidak ada sesuatu yang terlewatkan, sedangkan ketua juga selalu hilir mudik memastikan semua selesai dengan sempurna. Kuda kepang putih itu pernah disimpan di beberapa lokasi di rumah Pak Joko Cawang dan Pak Budiono. namun setiap hari di sana sering berbuat ulah membuat bunyi glodak-glodek serta kerincingnya berbunyi sendiri. Meski begitu ketika kembali ke rumah ketua kesenian yaitu Pak Wahono, kuda kepang tersebut sama sekali tidak berbuat ulah.

Topeng butho

Demikian juga dengan topeng butho yang berwarna biru, yaitu topeng butho paling lama di kelompok kesenian tersebut. Suatu hari pernah dibeli orang Temanggung dan sudah beberapa lama dipakai di sana, namun dampaknya terjadi kesurupan dan sakit pada anak sang ketua keseniannya. Akibat hal tersebut, maka topeng butho berwarna biru dikembalikan ke Dusun Ngaran di rumah Pak Wahono dan seketika sang anak langsung sembuh dan tidak sakit lagi.

Topeng pentol tembem

Ada cerita tentang topeng pentol tembem, saat itu Pak Sarman yakni salah satu sesepuh kerasukan roh mandoblang. Dia menari sambil sesekali diajak guyon dan membikin suasana meriah dengan gelak tawa, lalu begitu lirik lagu “mandoblang… hei, kepripun solahe ingkang mendem gadungan iku mandoblang!!” seketika dia sembuh dari kesurupannya. Bagi Mbah Sabar, hal ini dianggap lucu dan adegan ini sering menjadi pertunjukan favorit masyarakat Borobudur.

Topeng celeng

Topeng celeng (babi hutan) adalah topeng yang biasa dipakai oleh seorang penari yakni Pak Yanto. Beliau menjadi satu-satunya penari yang mau menarikan topeng tersebut dan biasa memperagakan gerakan babi hutan saat memakainya, seperti masuk ke peceren atau kubangan, makan umbi, dll. Saat kesurupan, beliau sering menyeruduk penonton dan membuat mereka ikut kesurupan juga, sehingga Mbah Sabar yang harus menyembuhkannya.

 

Gambar

Lokasi

[map

Narasumber

  • Bapak Wahono, sesepuh desa, Pelaku Budaya, Ketua kelompok kesenian Jatilan Turonggo Mudo
  • Mbah Sabar, sesepuh desa, pelaku budaya
  • Mbah Diono, sesepuh desa, pelaku budaya

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...