(Narasi oleh Salma Salsabila R. dan M. Shodek)
Narasi
Menjelang siang, saya bertamu ke sebuah rumah yang beralamat di Dusun Kiyudan RT 01 / RW 04 Desa Majaksingi. Masih dalam mencari informasi mengenai kebudayaan, orang yang saya temui adalah pak Kliwon, begitulah orang-orang menyebutnya.
Tahun 1983
Pak Kliwon adalah orang yang menjadi pionir atau ikon sebuah kesenian tradisional di Dusun Kiyudan, yaitu Jathilan. Haswo Budhoyo adalah nama dari kesenian Jathilan tersebut. Menurut informasi yang saya dapat dari beliau, awal munculnya kesenian Jathilan ini, ketika beliau diajak ikut menari Jathilan di salah satu desa di daerah Borobudur, yaitu Tingal. Dari pengalamannya tersebut, pak Kliwon mengajak masyarakat Dusun Kiyudan untuk menarikan kesenian Jathilan, hingga pada tahun 1983 berdirilah sanggar “Haswo Budhoyo”.
Perang Diponegoro
Seni Jathilan tersebut menceritakan tentang sebuah peperangan antara Pasukan Berkuda Pangeran Diponegoro dengan Penjajah. Dalam tarian ini, Pasukan Berkuda digambarkan dengan para penari Jaran Kepang yang dipimpin oleh Wiroyudo yang membawa pecut, sedangkan Penjajah digambarkan dengan pasukan Butho atau penari yang memakai topeng kayu berwajah seram dan memakai kelinthing di kakinya.
Tembang Jawa
Seni Jathilan ini biasa dimainkan lebih dari 30 orang termasuk pengiring musik. Alat musik utama yang digunakan antara lain kendang, gong, saron, dan angklung. Selain diiringi alat musik, Jathilan juga diiringi dengan tembang-tembang Jawa yang biasa dinyanyikan oleh ibu-ibu, antara lain tembang Sluku-Sluku Bathok, Pucung, Dandang Gulo.
Pasukan Kuda
Kostum yang digunakan para penari dibedakan berdasarkan perannya. Para penari Jaran Kepang yang menggambarkan Pasukan Berkuda Pangeran Diponegoro, pada mulanya mengenakan baju batik bermotif bunga dan ikat kepala. Seiring berjalannya waktu, terjadi beberapa perubahan kostum. Para penari Jaran Kepang saat ini mengenakan pakaian yang berwarna keemasan. Riasan pada wajah juga digunakan untuk membuat penari terlihat lebih gagah.
Butho dan Penjajah
Berbeda dengan penari Jaran Kepang, penari Butho yang menggambarkan para penjajah mengenakan pakaian berumbai dengan topeng yang berbentuk menyeramkan. Kelengkapan lain yang dikenakan para penari Butho adalah lonceng atau kelinthing yang dikenakan pada kaki. Uniknya, kelinthing yang digunakan pada kaki kanan dan kiri memiliki bunyi yang berbeda. Kelengkapan itulah yang membuat sosok Butho semakin menyeramkan.
Menyambut tamu
Pada mulanya, Jathilan Haswo Budhoyo hanya dimainkan pada malam hari. Biasanya, kesenian ini di ditampilkan pada acara syukuran, pernikahan, dan sunatan dengan durasi penampilan hingga empat jam. Namun, seiring berjalannya waktu, kesenian ini juga dimainkan pada siang hari, misalnya pada acara penyambutan tamu yang berdurasi tiga puluh menit sampai satu jam, sehingga para pemain tidak sampai melalui fase ndadi atau kesurupan.
Air Watu Jaran
Menurut penuturan pak Kliwon, perlengkapan kesenian Jathilan seperti jaran kepang, topeng butho, maupun alat musik gamelan, dibersikan secara rutin. Pembersihan dilakukan setiap satu bulan sekali pada hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon menggunakan air yang dicampur bunga mawar merah dan putih yang diambil dari Watu Jaran di Dusun Pakem.
Kali Sibandot
Dalam setiap pertunjukkan Jathilan, ada ritual yang harus dijalankan, yaitu “memberi makan” Jaran Kepang dengan kemenyan serta “memandikannya” dengan air mawar merah dan putih. Ritual inilah yang nantinya akan membuat para pemaian bisa melalui fase kesurupan atau ndadi. Para pemain yang sudah ndadi biasanya akan meminta sesajen, yang isinya berupa bunga mawar merah, mawar putih, jajanan pasar, kopi, dan pisang emas. Sebelum menentukan isi sesajen, biasanya sang pawang, yaitu Pak Darmo, berinteraksi terlebih dahulu dengan makhluk ghaib dengan cara membakar kemenyan. Ada kalanya, isi sesajen berbeda bergantung pada permintaan makhluk ghaib yang merasuki. Salah satu contohnya adalah isi sesajen wajib yang diminta oleh sosok Den Bagus Areno yang datang dari Kali Sibandot, yaitu jintan dan pisang emas.
Menurut penuturan Pak Kliwon, Kesenian Jathilan Haswo Budoyo belum pernah dimainkan lagi sejak 10 tahun yang lalu karena tidak adanya generasi penerus. Karena alasan itu pula, tradisi-tradisi seperti memandikan jaran kepang, gamelan, maupun topeng butho saat ini juga sudah tidak lagi dilakukan.
Gambar
- Jathilan Haswo Budoyo, Arsip Pak Kliwon
Lokasi
map
Narasumber
- Pak Kliwon, Pemerhati budaya, Desa Majaksingi
Relasi Budaya
- Tempat mengambil air untuk membersihkan (jamasan) kepang ; Watu Jaran
Terimakasih mas artikelnya, jangan di hapus ya, biar saya terus selalu bisa buka artikel ini