(Narasi oleh Muhammad Ja’far Qoir dan Miftakhul Fauzi)
Narasi
Pada zaman dahulu hiburan tidak mudah ditemukan seperti pada zaman sekarang. hiburan pada masa lampau sangat jarang ditemukan apalagi di daerah desa yang letaknya jauh dari kota seperti Desa Karanganyar. Sangat berbeda pada saat ini dimana setiap rumah memiliki televisi sebagai sarana hiburan, bahkan listrik pada zaman dulu belum ada di Desa Karanganyar. Oleh karena itu ada beberapa orang yang mempunyai keinginan menciptakan sebuah hiburan untuk masyarakat di Desa Karanganyar.
Gerakan silat
Berdasarkan penuturan Bapak Markoni (51 tahun) pada saat itu di datangkan dua orang guru dari Desa Mendut untuk menciptakan sebuah kesenian kubro. Arti dari kubra yaitu besar, yang dimaksud besar pada kesenian kubro adalah sebuah komunitas yang besar. Sebenarnya kesenian Kobro berasal dari kolaborasi antara al barzanji yang dipadukan dengan gerakan-gerakan silat. Syair-syair yang dinyanyikan juga berasal dari syair al barzanji yang bertujuan menghibur sekaligus berdakwah kepada masyarakat. Seiring berjalannya waktu dikarenakan komunitas Kubro semakin besar dan banyak orang yang ingin belajar kesenian ini maka nama kubro diganti dengan nama Kubro Siswo. Nama tersebut dipilih karena di dalam komunitas tersebut terdapat seorang guru dan murid.
Mbah Tam & Muh Hadi
Awal mula kobro siswo masuk ke Desa Karanganyar yaitu pada awal tahun 1969, dimana ada dua orang guru asal mendut yang bernama Mbah Tam dan mbah Muh Hadi yang diundang oleh tokoh masyarakat untuk melatih kesenian tersebut. Kubro siswo di Karanganyar bernama Poncosiswo, dalam bahasa jawa poco berarti lima dan siswo artinya siswa. Dinamakan Poncosiswo karena kubro di Karanganyar adalah generasi murid ke lima setelah desa desa lain. Maka nama Poncosiswo diresmikan untuk nama kesenian kubro di Desa Karanganyar. Peresmian tersebut berlangsung pada tanggal 22 mei 1969 bertepatan dengan pentas perdana Poncosiwo .
Kubro Jaman dulu
Awal dari anggota penari kubro siswo hanya berjumlah 5 orang. Pakaian yang digunakan adalah baju dan celana berwarna hitam, memakai topi kerucut yang disertai kucir dan selempang yang berbahan dari kloso atau tikar yang terbuat dari kulit rotan. Pada saat itu belum banyak pula orang yang mempunyai sepatu. Mereka mewarnai kaki dengan cat berwarna putih yang bertujuan supaya menyerupai memakai sepatu.
Setrat dan Rodat
Gerakan kubro dibagi menjadi dua kelompok yakni setrat dan rodat. Dimana setrat adalah gerakan-gerakan silat yang diiringi syair syair Islam yang tujuan utamanya adalah berdakwah. Setrat mayit menjadi Gerakan yang populer pada masa itu, konsep ceritanya adalah tentang orang yang meninggal dan bertujuan untuk mengingatkan penonton tentang hal kematian. Selain itu, ada juga gerakan yang disebut setrat onto, dimana konsep ceritanya menggambarkan orang yang berangkat haji dengan menunggangi seekor unta yang besar. Sedangkan untuk gerakan rodat adalah gerakan-gerakan yang berunsur lawakan atau lucu. dimana gerakan tersebut bertujuan untuk hiburan penonton.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Bapak Markoni, 51 tahun, pemerhari budaya, dusun Klipoh desa Karanganyar