(Narasi oleh Jiyomartono dan Nurudin)
Narasi
Saat kita memasak di dapur tradisional atau biasa disebut pawon, identik dengan memasak diatas tungku dengan menggunakan api yang terbuat dari kayu bakar. Tungku dalam bahasa jawa disebut luweng. luweng biasanya memiliki 3 sampai 4 lubang, dikarenakan penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Lubang yang pertama digunakan untuk membuat gula jawa, lubang kedua digunakan untuk memasak air dan menanak nasi, lubang ketiga digunakan untuk memasak sayuran, dan lubang terakhir digunakan untuk memasak air panas. Luweng terbuat dari batu bata merah dicampur dengan tanah liat dengan ketinggian kurang lebih 50 cm dengan lubang mulut kurang lebih 50×60 cm dan panjang 1 sampai 1,5 m.
Ibu Wargiyanti (44 tahun) Dusun Jetis, Desa Wringinputih menjelaskan bahwa untuk membuat lubang diperlukan keren, yakni sebuah lingkaran dengan lebar kurang lebih 5 cm dengan diameter disesuaikan dengan peralatan memasak seperti, wojo, kuali, dandang, dan kenceng. Biasanya lubang yang pertama dibuat paling besar, kemudian lubang kedua dan seterusnya semakin mengecil. Tujuannya bisa menyuplai api dari mulut luweng ke belakang. Cara penggunaan luweng yaitu, kayu bakar dimasukkan kedalam mulutnya kemudian dibakar menggunakan api. Pada awal pengapian bisa menggunakan daun-daun kering atau diteteskan minyak tanah. Luweng dibuat tidak datar dengan bagian depan lebih rendah dan bagian belakang lebih tinggi agar asap bisa keluar dengan baik.
Jika api di kayu tersebut mati, biasanya dapat ditiup atau dikipas agar bara api bisa menghasilkan api yang lebih besar. Satu minggu sekali, luweng ini harus dibersihkan karena di dalamnya terdapat banyak abu hasil dari pembakaran kayu. Abu-abu ini bisa digunakan sebagai bahan untuk membersihkan peralatan dapur dengan cara digosok dan juga digunakan sebagai pupuk tanaman.
Gambar
Narasumber
- Ibu Wargiyanti, 44 tahun, Dusun Jetis Desa Wringinputih
Relasi Budaya
- Salah satu peralatan memasak dalam aktivitas pawon