(Narasi oleh Muhammad Ja’far Qoir dan Miftakhul Fauzi)
Narasi
Pada setiap manusia yang hidup dan normal pasti akan mengalami sebuah peristiwa yang dinamakan pernikahan. Dalam sebuah pernikahan di setiap daerah mempunyai tradisi yang berbeda-beda. Sebagai masyarakat desa yang menggunakan adat jawa tentunya ada hal-hal yang harus dilakukan pada saat prosesi pernikahan. Sebelum masuk ke tahap pernikahan biasanya ada tahapan atau proses dimana keluarga laki-laki datang ke rumah keluarga perempuan, tahap ini biasa disebut dengan lamaran. Pada proses lamaran, keluarga laki-laki datang ke rumah keluarga perempuan dengan membawa seserahan yang biasanya berupa perlengkapan sholat, pakaian, alat rias, jarik, dan jajanan pasar.
Lamaran
Menurut Bapak Markoni selaku tokoh masyarakat Dusun Klipoh, seserahan yang dibawa pihak laki-laki ketika proses lamaran mempunyai sebuah makna pada setiap barangnya. Yang pertama seserahan berupa perlengkapan sholat. makna dari perlengkapan sholat tersebut dimana seorang laki-laki yang melamar telah bersedia untuk membimbing dan menuntun calon istri dalam hal agama. Dan memastikan dalam hidupnya mampu untuk menuntun keluarga ke jalan yang lurus menuju sampai ke surga. Yang kedua berupa pakaian, satu set pakaian wanita menjadi simbol bahwa dalam berumah tangga baik suami maupun istri harus mampu menutup rahasia keluarganya dengan baik. Dalam artian semua kelebihan dan kekurangan sang pasangan bahkan masalah dalam keluarga menjadi rahasia keluarga yang tidak perlu diketahui orang lain. Kemudian alat rias, hal ini membawa makna supaya calon sang istri kelak mampu menjaga penampilannya di hadapan suaminya. Bagian terakhir adalah jajanan pasar, kue-kue basah berbahan dasar ketan seperti jenang, lemper, jadah, kue lapis, dan sebagainya. Berdasarkan sifat beras ketan yang lengket ketika sudah dimasak maka jajanan dari bahan dasar ketan mewakilkan sebuah harapan agar kedua mempelai tetap bersatu dalam pernikahan hingga akhir hayat.
Bayar tukon
Pada tahap lamaran ini biasanya ada prosesi yang dinamakan bayar tukon atau membayar mahar, prosesi ini dimana dari pihak laki-laki memberikan seserahan berupa uang kepada keluarga perempuan. Tidak hanya itu, biasanya dari pihak laki-laki juga menyiapkan sepasang cincin yang nantinya akan dipakai oleh pasangan tersebut sebagai tanda bahwa lamaran diterima. Biasanya besaran mahar tersebut akan disebutkan ketika proses ijab qobul. Makna bayar tukon disaat lamaran tersebut adalah sebagai wujud keseriusan dan berani dalam menikahi calon pasanganya. Pada acara lamaran juga terdapat musyawarah untuk penentuan hari pernikahannya. Dalam penentuan hari biasanya menggunakan tanggalan jawa seperti pon kliwon wage legi pahing. Dan menurut Bapak Markoni, penentuan hari pernikahan diusahakan tidak sama dengan hari kematian keluarga laki-laki seperti contoh hari kematian ibu atau kematian bapak jika orang tuanya sudah ada yang meninggal.
Ngunduh mantu
Setelah proses lamaran, proses selanjutnya adalah ijab qobul dan resepsi pernikahan. Kedua acara tersebut di Desa Karanganyar biasanya diadakan pada hari yang sama, ijab qobul dilaksanakan di pagi hari atau di waktu sebelum acara resepsi dimulai. Resepsi pernikahan dilakukan dua kali yaitu dilakukan ditempat pengantin perempuan kemudian dilanjutkan di tempat pengantin laki-laki. Proses resepsi di tempat laki-laki tersebut dinamakan ngunduh mantu dimana pengantin perempuan diantar oleh rombongan menuju acara resepsi di tempat pengantin laki-laki. Acara tersebut dilakukan setelah 5 hari dari acara resepsi ditempat pengantin perempuan atau sering disebut dengan sepasaran.
Panggih
Dalam acara resepsi pernikahan juga terdapat prosesi-prosesi yang dilakukan pada umumnya. Menurut Bapak Markoni selaku tokoh masyarakat Dusun Klipoh, Prosesi tersebut banyak mengandung makna kehidupan dalam berumah tangga. Prosesi yang pertama adalah panggih yang dilambangkan dengan melempar daun sirih yang digulung dan di tali dengan benang putih, dimana kedua pasangan pengantin bertemu dan saling berhadapan kemudian melemparkan daun sirih ke pasangannya. Makna dari daun sirih adalah sebuah simbol kelanggengan dalam berumah tangga, ciri khas daun sirih yang ruas-ruas daunnya tidak terputus melainkan melingkar atau bertemu ruasnya kembali menandakan kedua pasangan tersebut telah bertemu dengan jodohnya. Kemudian daun sirih mempunyai sisi bolak balik yang sama, hal itu bermakna bahwa ketika dua orang tersebut telah menjadi satu tidak ada yang membedakan dimana walaupun berbeda kasta tidak menjadi masalah untuk menjalankan rumah tangga dalam situasi susah maupun senang.
Nginjak telur
Prosesi yang kedua adalah menginjak telur ayam, dalam presesi ini sang pengantin pria menginjak telur kemudian pengantin wanita membersihkan dengan air. Pecah telur bermakna dengan terbukanya nalar atau pikiran kedua pengantin dalam berumah tangga. Pecah telur juga bermakna tentang mendapatkan keturunan sebagai harapan dan tujuan setelah menikah. Kemudian dalam prosesi tersebut sang pengantin wanita membersihkan kaki dari pengantin pria juga mempunyai sebuah makna yang mendalam, dimana hal tersebut bermakna seorang perempuan harus selalu hormat kepada laki-laki dalam sebuah rumah tangga.
Gendong pengantin
Selanjutnya ada prosesi gendong pengantin yang dilakukan seorang ayah menuju ke pelaminan. Digendong di sini adalah membentangkan kain pada tubuh kedua pengantin dimana kedua ujung kain dipegang oleh sang ayah dan kedua pengantin bersama ayah serta ibunya berjalan bersama. Prosesi ini adalah simbol dari harapan orang tua kepada anak agar selalu hidup rukun dalam berumah tangga. Prosesi tersebut juga bermakna bahwa orangtua harus bertanggung jawab atau berperan kepada anaknya untuk mengingatkan ketika ada suatu hal yang salah dalam berumah tangga dalam artian tidak mencampuri urusan rumah tangga sang anak.
Sungkeman
Kemudian ada prosesi sungkeman, prosesi ini dilakukan oleh kedua pengantin kepada orang tua. Sungkeman bermakna bahwa seorang anak harus berbakti dan menghormati pada kedua orangtuanya. Ketika sungkeman berlangsung, keris yang biasanya dibawa oleh pengantin pria diletakkan terlebih dahulu. Itu adalah simbol bahwa ketika menghadap kepada orang tua harus mempunyai rasa hormat dan hanya tunduk dan tawaduk kepada orangtua.
Kacar kucur
Ada juga prosesi kacar kucur atau mengucurkan beras. Prosesi ini melambangkan bahwa seorang suami harus memberi nafkah kepada istri. Kemudian sebagai seorang istri harus pandai mengelolanya dengan baik. Yang terakhir adalah suap-suapan nasi. Hal ini melambangkan sebuah kemesraan dan keharmonisan dalam berumah tangga. Nasi yang dipakai juga bukan beras biasa melainkan menggunakan beras ketan yang mempunyai sifat lengket jika dimasak, hal itu menjadi simbol agar pasangan tersebut tidak mudah dipisahkan dalam berumah tangga seperti lengketnya beras ketan tersebut.
Gambar
Narasumber
- Bapak Markoni, tokoh masyarakat dusun Klipoh desa Karanganyar