(Narasi oleh Arif Sutoyo dan Nur Kholiq)

Narasi

Mbah Samenan (76 tahun) dari Dusun Wagean adalah seorang peternak yang memiliki 6 ekor sapi. Rutinitas ngarit adalah bagian dari kehidupan dan kesehariannya untuk mencukupi kebutuhan pakan sapi-sapinya. Kegiatan ngarit ini beliau lakukan setiap pagi setelah matahari menyingsing saat rumput-rumput sudah pera (tidak basah karena embun) atau selepas dzuhur sampai waktu ashar tiba.

Ngarit adalah kegiatan memotong rumput menggunakan sabit. Ngarit berasal dari kata arit yang merupakan bahasa Jawa dari sabit atau pisau yang berbentuk melengkung menyerupai bulan sabit dan biasa dipakai untuk memotong rumput. Kata ngarit sendiri digunakan untuk merujuk pada seseorang yang sedang menggunakan arit atau sabit untuk mencari rumput. Sabit yang biasa dipakai untuk ngarit adalah arit cantuk.

Mbah Samenan yang juga seorang ahli pijat ini biasanya membawa rumput yang telah dikumpulkan ke rumah menggunakan sepeda. Rumput hasil ngarit tersebut kadang kala harus disunggi (membawa barang dengan cara dijunjung atau diletakkan di atas kepala) ke pinggir ladang. Rumput tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kerombong yang dipasang di jok belakang sepeda onthel miliknya untuk kemudian dibawa ke rumah. Kerombong adalah keranjang anyam yang terbuat dari bilah bambu, meskipun saat ini kerombong sudah diproduksi dari bahan plastik.

Penggunaan keranjang dalam mencari rumput atau suket telah lama dilakukan oleh para peternak di Desa Ngargogondo. Selain kerombong, para petani atau peternak yang pergi ngarit biasanya juga membawa keranjang rumput yang disebut keranjang suket. Keranjang suket yang berbentuk bundar dan berlubang-lubang besar ini terbuat dari iratan bambu yang dianyam.

Keranjang suket ini sangat efektif dan fungsional bagi para peternak seperti Bapak Ahmad Dasuki dari Dusun Kujon, utamanya sebagai tempat rumput ketika mencarikan makan (ngarit) ternak-ternaknya. Bentuknya yang bundar juga mudah untuk dibawa dengan cara disunggi di atas kepala. Lubang-lubangnya yang besar juga berfungsi dalam mengalirkan sirkulasi udara, sehingga rumput tidak basah (pera) dan apek yang mengakibatkan hewan ternak tidak mau makan. Dahulu, keranjang suket ini dibuat oleh para peternak sendiri, selain juga bisa dibeli di pasar. Kini, penggunaan keranjang suket sudah mulai berkurang, diganti dengan karung bekas pupuk/kandi.

 

Gambar

Narasumber

  • Mbah Samenan, 76 tahun, sesepuh desa, peternak sapi, Dusun Wagean Desa Ngargogondo

Relasi Budaya

  • Penggunaan keranjang bambu; keranjang suket untuk membawa rumput hasil ngarit

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...