(Narasi oleh Muhammad Ja’far Qoir dan Miftakhul Fauzi)

Narasi

Seni yang hadir dan tumbuh dalam masyarakat merupakan kebutuhan jasmani dan rohani manusia, sehingga hampir setiap aktivitas manusia berkaitan dengan seni. Kecenderungan masyarakat dalam mengungkapkan rasa keindahan dan rasa syukur melahirkan berbagai bentuk ekspresi yang beragam. Seperti halnya tempat ibadah umat Islam di Indonesia yang tidak terlepas dari tuntutan kebutuhan ,yang sekarang ini menyebabkan banyak terlihat bangunan masjid mulai dari pedesaan hingga ke kota. Bentuk masjid dapat dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Ini dapat diartikan bahwa lokasi dimana masjid itu didirikan dan kapan bangunan masjid itu berdiri dapat mempengaruhi kreativitas fisik bangunan yaitu arsitektur dan interior masjid, dari jaman dahulu hingga sekarang bentuk masjid akan berubah seiring kebutuhan manusia. Karena proses timbulnya kebudayaan Islam tidak terlepas dari pandangan kaum muslimin tentang ungkapan hati nurani yang berkaitan dengan hal bentuk seni. Dengan demikian, memang kebudayaan Islam merupakan suatu wadah untuk lebih memberi bentuk serta warna tentang kesenian Islam.

Menaikkan kubah

Seperti yang diungkapkan Bapak Ali usman seorang tokoh masyarakat setempat yang berusia 50 tahun warga Dusun klipoh Desa Karanganyar. Pada hari senin wage 20 September 2021, warga Dusun Klipoh RT 001 sedang bergotong royong untuk ngunggahke mustoko. Ngunggahke mustoko atau dalam Bahasa Indonesia diartikan menaikkan kubah masjid biasa dilakukan saat warga selesai membangun masjid di lingkungannya, namun dalam hal ini warga bergotong royong untuk menaikkan kubah atau mustaka mushola. kemudian kubah akan dipasang di sudut paling atas dalam bangunan mushola. Banyak orang yang menganggap bahwa tanpa kubah masjid atau mushola seperti kehilangan jati dirinya, kubah sendiri dipasang sebagai lambang tempat ibadah umat muslim.

Saat baik

“ngunggahke mustoko kudu gowo dino apik, dino apik nggon kene”

Umumnya ngunggahke mustoko harus dilakukan pada hari yang dianggap baik sesuai tanah tempat bangunan mushola berdir , agar terhindar dari segala hal buruk. Jika tidak dalam masa pandemi, ngunggahke mustoko biasanya dilakukan oleh warga Karanganyar dengan acara kirab mustoko keliling dusun, namun karena kendala tersebut, ngunggahke mustoko hanya dilakukan dengan slametan tumpeng megono di serambi mushola.

Tumpeng megono

Tumpeng megono dibuat oleh ibu ibu warga setempat pada siang hari sebelum malamnya slametan, tumpeng megono dibuat sebagai bentuk doa agar diberi keselamatan saat prosesi menaikan mustoko, megono dibentuk tumpeng kerucut keatas diartikan bahwa sebelum mustoko diletakkan maka warga meminta doa kepada Tuhan agar dilancarkan dan diberi berkah atas ditaruhnya mustoko di atas mushola. Megono sendiri digunakan karena megono memiliki arti “mergo iso ono” atau berarti karena bisa ada, segala sesuatu didunia ini bisa ada karena pemberian Gusti Allah atau Tuhan YME. Dan dalam nasi megono terdapat ikan asin atau ikan teri , yang berarti ikan teri di masa hidupnya di laut selalu bergerombol dengan kawanannya, makan bersama, berenang bersama, hidup bersama, jadi ikan teri dalam megono diartikan sebagai simbol gotong royong, karena mustoko sendiri tidak bisa dinaikkan tanpa gotong royong dari masyarakat.

Tumpeng megono akan didoakan lebih dahulu dipimpin langsung oleh Bapak Ali Usman, diikuti oleh warga setempat baik anak anak dewasa maupun orang tua, kemudian ditutup dengan prosesi pemotongan pucuk tumpeng dan dilanjutkan makan bersama.

Di dalam selametan ngunggahke mustoko juga terdapat makanan hasil bumi dan jajasan pasar sebagai lambang syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepada manusia khususnya warga Dusun Klipoh RT 001.

Gotong royong

Setelahnya esok hari warga setempat bersama sama saling gotong royong untuk mulai memasang mustoko di mushola, Harapannya dengan berdirinya mustoko di atas mushola mampu meningkatkan semangat masyarakat dalam beribadah dan berdoa kepada Tuhan, dan warga dapat menjaga dan merawat mushola sampai turun temurun anak cucu kelak nanti.

 

Gambar

 

Narasumber

  • Bapak Ali Usman, 50 tahun, tokoh masyarkat, dusun Klipoh desa Karanganyar

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *