(Narasi oleh Lukman Fauzi Mudasir dan Diyah Nur Arifah)
Narasi
“Nyobi ningali cincin sampean mas” (coba tinggalkan cincin mu mas) kata Pak Sumadiyo (54 tahun) pada sore hari itu. Beliau adalah wong pinter dari Dusun Njligudan yang sudah belajar ilmu kanuragan di beberapa tempat di wilayah Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Begitu cincin saya diambil terus dia mengukur tangan kirinya dengan telapak tangan. Ini ya, kalo belom ada isinya maka jaraknya hanya sekian. Dia menunjukkan jangkauan tangan kanannya ke arah tangan kirinya di mulai dari lipatan siku dalam tangan kiri ke arah telapak tangan kiri diujung jaraknya hanya 1 lebaran tangan (sekilan) hingga ujung jari telunjuk kiri. Sekarang kita isi dan digenggamnya cincin saya terus dia mengangkat tangannya dan mengucapkan sebuah kata-kata mantra yang saya tidak tahu artinya dalam bahasa Jawa.
Cikal Bakal Bogowanti lor
Lalu pelan pelan dalam keheningannya dia mengambil nafas, rasanya seperti dia menarik sebuah tenaga dan dimasukkan ke dalam cincin tersebut. Sejenak dia menanyakan cikal bakal dusun saya Bogowanti Lor, Mbah Bogo. Saya ambilkan energi Mbah Bogo agar rejeki sampean lancar dan aman. Lalu dia terpejam dan mengambil nafas kembali lalu mengulangi gerakan yang sama dan memperlihatkan kepada saya sebuah pendapat jika di dalam cincin tersebut ada kodam (kekuatan gaib) maka ukuran saya tadi akan melebihi dua kilan telapak tangan kanan saya. Maka dia mulai menghitung jarak dengan cara yang sama seperti di awal dan ajaib ukurannya sekarang lebih panjang bahkan ukuran kilanan kedua bisa melebihi jari tangan kiri. Nah begini mas cara mendeteksinya.
Dalam dunia orang Jawa dalam masalah percincinan memang menjadi hal yang biasa dan merupakan kebiasaan yang tidak bisa jauh dari kodam dan jenis batu yang dipergunakan. Hal ini merupakan jenis gaya khusus bagi orang Jawa dan jika tidak memakai akik seperti ada rasa yang kurang diantaranya dirinya sendiri.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Pak Sumadiyo, 54 tahun, sesepuh desa, pelaku budaya, Jligudan desa Borobudur