Narasi
Didekat pertemuan dua sungai yang legendaris yaitu Sungai Progo dan Sungai Tangsi terdapat sebuah Dusun Bojong. Dahulu sungai menjadi jalur transportasi ke Magelang, seperti yang dituturkan Mbah Darso (75 tahun) menceritakan dulu zaman simbah nya kalau menuju ke Magelang menggunakan gethek (rakit). Aliran sungai yang tenang dan belokan arah arus air membuat batu-batu kecil dan pasir menumpuk, ditambah waktu banjir yang membawa batu dan pasir dari hulu sungai lama kelamaan terbentuklah klatakkan. Disinilah awal mereka menaiki gethek untuk menuju tempat lain.
Mbah Ketomenggolo
Klatakan ini membawa berkah bagi penduduk Dusun Bojong karena mereka bisa mengambil batu-batu kecil ini untuk dipecah lebih kecil kemudian dijual sebagai bahan cor bangunan.beruntung kami bertiga berpapasan dengan seorang yang sedang membawa batu untuk dibawa pulang dan kami sempat mengobrol dengan Mbah Darso, ternyata beliau merupakan keturunan langsung dari cikal bakal tokoh yang disegani yang bernama Simbah Kertomenggolo. Dulu petilasan keluarga beliau ada satu rumah joglo yang sekarang telah dijual. Simbah Kertomenggolo mempunyai kesaktian yang luar biasa, punya banyak pusaka, pusaka yang paling dikenal masyarakat adalah pusaka Kyai Kasur, beberapa kuda peliharaan yang biasa untuk berkelana. Jejak-jejak kesaktian beliau yang masih bisa disaksikan berupa Sendang Malih Rupa yang masih ada hingga saat ini.
Gambar
Narasumber
- Mbah Darso (75 th), Tetua Desa, keturunan Mbah Kertomenggolo, cikal bakal kampung Klatakan; ” Nama klatakan berasal dari istilah tumpukan batu dan pasir di pinggiran sungai “
Relasi Budaya
- Lokasi Sendang Malih Rupa berada di Kampung Bambu Klatakan yang menjadi tempat konservasi tanaman bambu.
- Istilah lain sumber mata air ; Mbelik
- Tradisi yang berkaitan dengan Sendang Malih Rupa ; Suran, Pengambilan Air Jamasan di Tujuh Mata Air,Mitoni,
,
Pemanfaatan
Lokasi
Dari Kanal