Narasi
Nama Sanggar tari Wukir Menoreh diambil dari letak geografisnya yang berada di bukit Menoreh, lebih tepatnya berada di Dusun Ngaglik, Desa Giritengah. Sanggar ini tercipta karena bapak Mohammad Ndor (52 tahun) yang merasa prihatin melihat masyarakat yang sering mabuk-mabukan dan mencuri panenan warga. Dari keprihatinan itu, Ia memiliki ide untuk mengajak masyarakat belajar menari bersama agar perlahan menghilangkan kebiasaan buruk tersebut, sekaligus ingin melestarikan tarian wayang wong milik nenek moyang dahulu. Sebelum menjadi Sanggar Wukir Menoreh, sanggar ini bernama Sanggar Tari Sanga Buana. Sanggar Tari Sangga Buana berdiri pada tahun 2003. Pada awalnya, sanggar ini hanya hanya memiliki 13 penari laki-laki dan penabuhnya berasal dari anggota keluarganya sendiri. Dalam proses latihan, Mohammad Ndor hanya menggunakan kentongan untuk menyerasikan gerakan tariannya karena belum memiliki alat-alat gamelan. Akhirnya, sanggar ini bubar karena banyak yang pergi merantau ke luar daerah.
Setelah bubarnya Sanggar Tari Sanggar Buana, beliau membangun kembali sanggar tari tersebut dan diberi nama Sanggar Tari Wukir Menoreh yang lebih mengacu pada tari klasik Jawa. Tari klasik Jawa dipilih karena banyak orang Jawa tidak menguasai tarian Jawa dan lebih menyukai tarian luar, namun orang luar daerah atau bahkan luar negeri malah lebih menguasainya. Untuk mencegah terjadinya kepunahan, Sanggar Tari Wukir Menoreh mengajak anak-anak kecil di sekitar Dusun Ngaglik untuk mempelajari tarian tersebut supaya bisa tetap menjaga kelestarian budaya Jawa agar lestari dan dapat dinikmati oleh anak cucu nanti.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Mohammad Ndor, 52 tahun, pelaku budaya, Dusun Ngaglik, Desa Giritengah