(Narasi oleh Nurul Amin H. dan Wasis)
Narasi
Sedekahan atau yang dikenal juga dengan istilah auman, shodaqohan, dan limolasan (karena dilakukan setiap tanggal 15) merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Kembanglimus secara rutin setiap bulannya. Waktu pelaksanaan antara satu dusun dengan dusun yang lain berbeda. Ada yang melakukan ritual sedekahan pada tiap tangal 7, ada pula yang melakukannya setiap tanggal 15. Meski demikian, ritual sedekahan ini tidak dilakukan pada bulan-bulan tertentu, misalnya bulan Suro, Rojab/Rajab, Ramadhan, dan bulan Syawal. Sedekahan tidak dilaksanakan pada bulan Suro, Rajab, dan Syawal, karena pada bulan-bulan ini telah dilaksanakan ritual suronan, rajaban, dan syawalan. Untuk alasan yang sama, ritual sedekahan tidak dilakukan secara khusus pada bulan Ramadhan kerena pada bulan ini dilaksanakan perayaan-perayaan khusus seperti pitulasan, selikuran, dan khataman alquran. Biasanya, acara sedekahan dilakuan di rumah Kepala Dukuh. Namun, saat ini sedekahan biasa dilakukan serambi masjid masing-masing dusun.
Ritual ini diikuti oleh setiap keluarga. Dalam ritual sedekahan, setiap Kepala Keluarga (KK) mengirimkan satu orang perwakilan anggotanya sembari membawa makanan berupa nasi lengkap dengan sayur dan lauk-pauknya. Kegiatan ini dipimpin oleh Pak Ustadz atau Mbah Kaum sebagai tokoh agama Islam. Sebagai pembuka, tokoh yang memimpin ritual sedekahan terlebih dahulu meminta izin (salam) sebagai pemimpin doa kepada Allah SWT., Nabi Muhammad SAW., para Sahabat, para Wali, dan para Kiai. Permohonan doa dilanjutkan dengan membaca surah Al-Fatihah, surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, Ayat Kursi, Kalimatutoyyibah & tahlil, kemudian diakhiri dengan doa yang berisi permohonan untuk mengampuni dosa para leluhur dan meminta keselamatan di dunia dan di akhirat.
Seusai memanjatkan doa, makanan yang telah dibawa kemudian dibuka dan dimakan bersama-sama (kembul bujono). Masyarakat yang mengikuti kegiatan ini, biasanya saling bertukar atau menyicipi makanan yang dibawa oleh tetangganya yang lain sebegai wujud saling berbagi dan saling merasakan. Ritual ini biasanya di laksanakan oleh semua warga, baik laki-laki atau perempuan, baik tua, dewasa, maupun anak-anak.
Masyarakat dulu membawa makanan seadanya sesuai makanan yang ada di rumah mereka. Mulanya, aturan mengirimkan perwakilan tersebut ditentukan per Kartu Keluarga. Seiring perjalanan waktu, peraturan tersebut berubah menjadi satu rumah mengirimkan satu perwakilan untuk mengikuti ritual sedekahan sesuai kesepakatan bersama, dan secara bergiliran memenuhi hantaran acara yang terdiri atas sayur dan lauk-pauk. Biasanya, sayur pada hantaran berisi dua macam, yaitu buncis atau kacang panjang. Adapun lauk yang disajikan biasanya ayam atau bebek, meskipun sering kali berubah-ubah. Namun, ada makanan yang tidak pernah berubah dan selalu ada, yaitu lentho dan peyek. Dua makanan tersebut merupakan makanan pelengkap, sehingga acara sedekahan terasa kurang lengkap tanpa adanya dua lauk tersebut.
Sedekahan dilakukan dengan maksud dan tujuan sebagai bentuk rasa syukur kepada para leluhur, juga sebagai ajang nepung sanak (silaturrahim). Saat ini, sedekahan tidak hanya berisi doa dan makanan untuk para leluhur, tetapi juga menjadi sarana mengumpulkan iuran wajib kas dusun dari setiap KK sesuai dengan besaran iuran yang telah disepakati sebelumnya. Dari sudut pandang pengalaman Ibu Wahyuti (41) yang pernah mengikuti kegiatan ini, ritual sedekahan dangat bermanfaat, karena dengan demikian silaturahim antar warga dapat terjaga.