(Narasi oleh Elka Hanna Setia dan Fredy Trifani)
Narasi
Desa kebonsari terdiri dari dua suku kata yang dalam bahasa jawa “kebon” yang berarti perkebunan dan “sari” memiliki arti pokok atau inti. Secara harifiah kebonsari dapat diartikan sebagai pokok dari kebun yang memiliki makna intinya dari kebun. Dizaman kolonial belanda dan masa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, Desa Kebonsari belum terbentuk secara defacto dan de jure dikarenakan Desa Kebonsari merupakan wilayah pemekaran dari Desa Tegalarum pada masa tersebut, karena secara kewilayahan dan kepemerintahan begitu luas untuk Desa Tegalarum, maka perlu adanya pemekaran wilayah yang kemudian terbentuk Desa Kebonsari Dari pemerkaran wilayah yang menjadi Pemdes Pemerintah Desa Kebonsari telah mendapat perintah langsung dari Lurah Tegalarum untuk mempermudah pengaturan wilayah dan kepemerintahannya secara mandiri.
Simbah Dalang
Sejarah secara spiritual dari Desa Kebonsari menurut bapak Sastro (64 tahun sebagai pensiunan dan petani) menceritakan kepada kami pada zaman dulu tentang Desa Kebonsari. Desa Kebonsari memiliki 6 dusun yaitu Dusun Gunung Mijil, Dusun Cakran, Dusun Dalangan, Dusun Pule dan Dusun Kebonwage, Dusun Gupit. Dari ke-6 dusun ini dusun paling tua adalah Dusun Kebonwage, kelurahan kebonsari dulunya yaitu dusun kebonwage itu sendiri, wilayah Desa Kebonsari krucilan dan duren letaknya di pengunungan banyak masyarakat kebonsari yang tinggal disana lalu dengan bertambahnya tahun masyarkat perpindah tempat ke dataran yang lebih dekat dengan jalan raya. Sesepuh dari masing-masing dusun memiliki keterkaitan seperti Dusun Dalangan memiliki sesepuh bernama Simbah Dalang yang berprofesi sebagai dalang, tidak luput dalang identik dengan pewayangan dan gamelan. Gamelan yang digunakan untuk ndalang disimpan di Dusun Cakran yang dikuasai oleh Simbah Cokroningrat berupa gong, denggung, bende dan Simbah Gupito menyimpan gamelan gambang, saron, demung dan lain sebagainnya yang berada di Dusun Gupit. Konon katanya simbah Cokroningrat, Simbah Gupito, Simbah Dalang berasal dari Kraton Yogyakarta dan sebagai penggikut Pangeran Diponegoro. Dan kenapa beliau-beliau bermukim di Dusun Kebonsari?
Pangeran Diponegoro
Pada saat Pangeran Diponegoro keluar dari Kraton Yogyakarta karena diminta untuk jadi Adipati di Kraton beliau menolak ddan dimusuhi oleh Belanda, beliau melawat/ mengungsi melewati gunung-gunung termasuk gunung yang ada di daerah Desa Kebonsari dan salah satu sesepuh penggikut Pangeran Diponegoro bersemayam di Desa Kebonsari selain Simbah Dalang, Simbah Gupito, Simbah Cokroningrat ada juga sesepuh lain yang lebih dulu singgah di Desa Kebonsari yaitu Simbah Agus Sukoco makamnya berada di Dusun Gupito, beliau lebih dulu singgah di Dusun Gupit sebelum Simbah Gupito, Simbah Abdul Jalil yang makamnya ada di Dusun Kebonwage dan Simbah Abdul Shomad makamnya ada di Dusun Gunung Mijil, makam dari Simbah Abdul Shomad ditemukan oleh Simbah Den Ahmad Punduh. Pangeran Diponegoro melawat di gunung daerah Desa Kebonsari pada tahun 1942, konon ceritanya kuda dari Pangeran Diponegoro beristirahat dan minum ke kali yang ada di Dusun Pete, Kuda yang beristirahat disana ratusan kuda, konon jika ada yang mencangkul sawah disekitar kali menemukan emas, yang dipercaya bahkan emas tersebut adalah pembekalan dari pengikut Pangeran Diponegoro yang jatuh pada saat beristirahat.
Mbah Mijil
Sesepuh yang ada di Dusun Gunung Mijil yang bernama Simbah Mijil dulunya adalah seorang ulama yang diturunkan oleh para Wali, beliau ngalihan dari Kidul Gunung (tidak diketahui nama gunungnya), ulama yang ada di Desa Kebonsari selain mbah mijil juga ada Simbah Wage sesepuh dari Dusun Kebonwage, beliau juga seorang ulama yang diturunkan oleh pada Wali. Sesepuh dari Dusun Pule sama dengan Dusun Kebonwage, Dusun Pule adalah perpecahan dari Dusun Kebonwage, karena mengenai tradisi nyadran yang akhirnya mengharuskan untuk dipecah. Sebelum dipecah menjadi 2 Dusun dulunya Dusun Pule dan Dusun Kebonwgae masih 1 perabot, 1 kyai 1 masjid, Sesepuh dari Dusun Pule adalah Simbah Ahmad Sari. Ada mitos yang diketahui oleh masyarakat yang tidak diketahui penyebab sebenarnya seperti apa bahwa setiap ada kesenian yang tampil di Dusun Pule setelahnya kesenian tersebut akan mandek atau tidak laku lagi karena dusun pule tidak boleh membunyikan gong, dan terbukti ada yang pernah tampil disana kesenian tersebut tidak tampil lagi hingga sekarang, Bapak Supriyadi (narasumber Kesenian Cakran) mengatakan mungkin dari kata Pule atau bahasa jawanya puleh, yang berarti puleh koyo maune makanya kesenian yang tampil atau lewat dusun pule akan mandek.
Gandul Muslimin
Sesepuh dari dusun dalangan, dusun cakran, dusun gupito dulunya adalah seorang seniman, hingga saat ini diturunkan oleh masyarakat dusun cakran dan dusun gupit meraka memiliki sebuah kesenian dayakan. Sebuah adanya kesenian dayakan dulu juga ada sebuah kesenian yang diberinama gandul muslimin di Dusun Cakran yang personilnya berasal dari masing-masing dusun. Kenapa diadakanya gandul muslimin? Karena dulunya dusun cakran memiliki gamelan yang di simpan oleh simbah cokroningrat.
Gambar
Narasumber
- Mbah Sastro, 64 tahun, Sesepuh desa, Pensiunan dan petani, desa Kebonsari