Dayakan dalam Sejarah Kesenian di Ngargogondo
(Narasi oleh Arif Sutoyo dan Nur Kholiq)
Narasi
“…tahun tujuh-tujuh negarane wis bersatu, pembangunan terus maju, rakyate kabeh setuju/ Candi Borobudur itu candi yang termasyhur pembangunan manjur, rakyate adil dan makmur…”
(“…tahun ‘77 negara sudah bersatu, pemabungannya terus maju, rakyatnya semua setuju/ Candi Borobudur itu candi yang termasyhur pembangunan manjur, rakyatnya adil dan makmur…”)
Berbicara tentang kesenian di Desa Ngargogondo tidak bisa dilepaskan dari seorang tokoh, Mbah Ujiman. Beliaulah tokoh pendiri yang sekaligus ketua, pelatih, dan pengarang syair pengiring kesenian dayakan dari Dusun Kuncen. Tokoh yang sudah berusia 70 tahun lebih ini, mendirikan Kelompok Kesenian Dayakan yang bernama “MUDA SETIA JAYA” pada bulan April tahun 1977.
Alam berikutnya
Sosok yang akrab dipanggil Mbah Uji ini di usianya senja masih tekun menjadi petani. Beliau sedikit berseloroh tidak tahu-menahu tentang Dayak, karena Dayak adalah nama salah satu suku di pedalaman sana. Namun, jika yang dimaksud adalah kesenian dayakan, maka beliau bisa menjelaskan dari sedikit yang diketahuinya. Beliau menjelaskan bahwa dayakan adalah saloka/perumpamaan rangkaian peristiwa yang akan datang di alam berikutnya, berbeda dengan kesenian ketoprak atau wayang yang isinya berupa rangkaian cerita masa lalu atau sejarah yang sudah dialami manusia.
Oro-oro
Cerita ini diambil dari wejangan para Ulama Islam terdahulu bahwa nantinya setelah hari kiamat, manusia akan dibangkitkan kembali di alam berikutnya yaitu alam akhirat. Kemudian di akhirat semua manusia akan berkumpul di Oro–oro (Padang) Mahsyar dalam wujud yang berbeda-beda: ada manusia yang berwujud manusia, ada pula manusia yang berbentuk manusia tapi berkepala hewan.
Jadi, dayakan adalah suatu tarian ekspresi yang menggambarkan kebahagian dalam diri manusia saat merasa memiliki harapan. Gerak tari dayakan sendiri berdasarkan pada gerakan seni pencak silat.
Dalam aksinya, kesenian dayakan ini terbagi menjadi 4 kelompok yaitu:
Semprong Jumpring
Semprot (Semprong Jumpring) adalah atraksi api yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih dengan cara menyemburkan minyak dari mulut ke api. Atribut yang digunakan dalam atraksi ini adalah sebuah alat yang terbuat dari bambu kecil dan pendek berisikan minyak tanah. Lalu bagian ujung atas ditutup dengan sabut kelapa atau bahan dari kain yang mudah terbakar sebagai sumbu dan ketika dinyalakan akan menghasilkan nyala api dalam waktu yang cukup lama atau biasa disebut oncor (Jawa) atau obor. Dengan pakem gerakan pencak silat, sang penari yang memegang obor itu sebelumnya sudah menyimpan minyak tanah dalam mulutnya, kemudian menyemburkannya ke ujung api oncor yang mengakibatkan kobaran api menyala besar ke atas.
Semprot ini mengisahkan tentang malaikat saat di saloka (bumi halus). Dia sedang menyimpan banyak nyawa (ruh) manusia dalam wadah/tempat (semprong jumpring) dalam genggamannya. Malaikat itu kemudian menghembuskannya agar ruh mencari raganya yang sedang berkumpul di hari kebangkitan.
Obat-abit
Obat-abit atau yang lebih banyak disebut obar-abir adalah atraksi api yang sering dimainkan oleh pemain berjumlah 2 sampai 4 orang. Atraksi ini dimainkan dengan menggunakan tongkat yang kedua ujungnya sudah diberi nyala api terlebih dahulu yang kemudian dimainkan berputar putar.
Atraksi ini mengisahkan tentang malaikat saat membawa api neraka berputar mengejar manusia yang berwujud binatang.
Penari Dayakan
Penari dayakan biasanya berkostum hitam dan ber-kuluk atau hiasan bulu dikepala. Total penari ini jumlahnya bisa sampai 25-30 orang.
Dinamai dayakan bukan berarti orang Suku Dayak. Namun, lebih mengisahkan kejadian manusia di Padang Mahsyar nantinya yang sedang bere]gembira karena merasa dapat kesempatan (selamat) dan dirinya bersyukur masih berwujud manusia utuh, sehingga menarilah mereka, ho’a–ha’e. Kostum dan riasan penari yang dominan berwarna hitam ini menggambarkan tentang badan yang hitam legam karena jarak matahari dekat sehingga dialam itu cuaca panas.
Ndas-ndasan
Penari berkostum hewan atau Ndas-ndasan secara bahasa artinya adalah kepala bohongan adalah para penari yang memerankan sebagai hewan. Bentuk hewan yang dimainkan adalah macan, kerbau, sapi, gajah, kuda, singa dan leong (singa blasteran kuda). Wujud kepala Leong sendiri terinspirasi dari barongsai China.
Tarian ndas-ndasan ini mengisahkan para manusia yang karena perbuatannya di dunia menyekutukan Tuhan, sehingga kelak di akhirat akan berwujud sosok manusia yang berkepala hewan.
Gambaran kerbau/sapi yang diikat dan dipecut artinya adalah seorang manusia dalam wujud itu sedang dirantai dan disiksa malaikat. Gajah tidak dipecut karena hewan penurut, sedangkan macan dan singa adalah hewan pemangsa.
Wiyaga dan Penembang
Wiyaga/pengrawit atau yang lebih mudahnya pemain musik. Alat musik yang digunakan dalam kesenian Dayakan Kuncen ada 6, yaitu jedor atau bedug 1 buah, bende 3 buah, dogdog atau gemplak 1 buah, dan seruling 1 buah. Adapun penembang atau penyanyi terdiri atas 2 orang.
Menurut penuturan Mbah Uji, dahulu kesenian ini mempunyai anggota yang sangat banyak dan lintas dusun bahkan desa. Selain dari Kuncen sendiri, para anggota juga berasal dari Kujon, Parakan, Malangan, Cikal, dan Pucungan. Jumlah anggota seluruhnya bisa sampai 50-70 orang. Bagi anggota kesenian yang ingin menanggap (mengundang) dahulunya cukup menyediakan tempat dan konsumsi saja. Sedangkan tanggapan selain anggota dahulu dikenakan “hanya” Rp 300,- beserta akomodasi dan konsumsi.
Nama Muda Setia Jaya sendiri artinya adalah gabungan dari kata setia dan jaya. Setia adalah senang atau bekti, dan jaya berarti keluhuran. Jadi, nama Setia Jaya menurut penulis bisa diartikan sebagai kelompok kesenian yang berlandaskan oleh rasa senang dan bakti pada orang yang luhur. Bahasa mudahnya adalah berbakti pada pemerintah.
Semua syair dayakan dari Dusun Kuncen hampir semuanya adalah karangan Mbah Uji. Dalam mengarang syair pengiring dayakan, beliau selalu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam negara saat itu.
Kini kesenian Dayakan Dusun Kuncen sudah berganti nama menjadi “Bledug Ireng” sejak ketuanya berganti kepada Alm. Bp. Suryono, yang berasal dari kata bledug yang berarti anak gajah, dan ireng yang berarti hitam.
Gambar
Narasumber
- Mbah Uji, 77 tahun, sesepuh desa, Dusun Kuncen Desa Ngargogondo