Dusun Dukoh dan Sejarah Topeng Ireng Aki Sutopo
(Narasi oleh Muhammad Ja’far Qoir dan Miftakhul Fauzi)
Narasi
Dahulu di sepanjang bukit Menoreh adalah tempat perang gerilya pangeran Diponegoro beserta abdi-abdi dan pasukannya. Termasuk di wilayah Dusun Dukoh, banyak yang menceritakan bahwa Pangeran Diponegoro perang Gerilya melewati dusun tersebut. Ada juga sebuah tempat tepatnya di belakang Masjid Dukoh yang berkaitan dengan Pangeran Diponegoro, nama tempat tersebut adalah Tundan. Nama tersebut memiliki sebuah arti yang mana tundan berasal dari kata tunda, yang artinya tempat tersebut pernah menjadi tempat beristirahat Pangeran Diponegoro beserta pasukannya untuk menunda perjalanan.
Aki Sutopo
Menurut Bapak Wal Murtadho 39 tahun selaku Kadus Dusun Dukoh, terbentuknya Dusun Dukoh berawal dari seorang abdi dari pangeran diponegoro yang menepi untuk bertapa di tempat ini. Abdi dari Pangeran Diponegoro tersebut adalah Aki Sutopo. Nama Aki Sutopo dalam bahasa jawa artinya Aki adalah kakek dan Sutopo berarti bertapa, jadi sebutan Aki Sutopo adalah seorang Kakek yang sedang bertapa. Masyarakat Dusun Dukoh meyakini bahwa Aki Sutopo adalah orang pertama tinggal di Dusun Dukoh. Adapun makam dari Aki Sutopo juga ditemukan sekitar tahun 90-an, letaknya di sebelah barat tepatnya di bawah pohon besar di pemakaman umum Dusun Dukoh. dengan bantuan tenaga spiritual yang dilakukan oleh beberapa masyarakat di Dusun Dukoh, diyakini makam tersebut adalah makam milik Aki Sutopo. Menurut informasi makam tersebut adalah makam pertama yang berada di Dusun Dukoh.
Dukoh, Ngasem, Tegal
Sebelum menjadi Dusun Dukoh, dulunya Dusun Dukoh terbagi menjadi tiga tempat, diantaranya adalah Dukoh, Ngasem, dan Tegal. Dari ketiga nama tersebut masing masing mempunyai arti. Dimana dinamakan Dukoh dikarenakan pusat pemerintahan dahulu terletak di Dukoh. Kata dukoh sebenarnya berasal dari kata dukuh yang berarti dusun. Kemudian dinamakan ngasem sebab dahulunya di sekitar tempat tersebut terdapat banyak pohon asem. Dan dinamakan tegal yang dalam bahasa Indonesia berarti sawah atau kebun karena tempat tersebut dulunya masih berupa sawah atau kebun. Akhirnya dikarenakan pusat pemerintahan dusun pada waktu itu terletak di Dukoh, maka nama dukoh dijadikan sebagai nama dusun.
Munculnya Topeng ireng
Pada saat ini Dusun Dukoh terkenal dengan kesenian topeng ireng yang bernama Aki Sutopo. Dahulunya kesenian tersebut adalah bentuk dari kesungguhan masyarakat Dusun Dukoh dimana mereka berkeinginan untuk mempunyai sebuah kesenian yang nantinya dapat dilestarikan oleh generasi penerus mereka. Akhirnya pada saat itu kepala dusun pada masa itu mendatangkan seorang pelatih topeng ireng dari desa tetangga. Waktu itu adalah Bapak Bajuri dari Desa Tanjungsari. Awalnya latihan bertempat di depan Masjid Dukoh walaupun pada akhirnya tempat latihan paling lama bertempat di kediaman Bapak Hadidopo salah satu tokoh masyarakat Dukoh pada waktu dulu. Kebanyakan dari anggotanya adalah anak muda laki-laki.
Menghormati leluhur
Kesenian tersebut diresmikan pada tahun 1991 bulan Januari dan awalnya diberi nama Putra Rimba. Pakaian yang digunakan waktu itu yaitu daun pohon kelapa atau janur sebagai hiasan baju dan celana serta memakai topi atau sering disebut kulok yang terbuat dari bulu unggas. Seiring berjalannya waktu, setelah ditemukannya makam Aki Sutopo yang terletak di pemakaman umum Dusun Dukoh. Nama kesenian yang awalnya putra rimba diganti dengan nama Kesenian Aki Sutopo. penggantian nama tersebut dilakukan sebagai rasa menghormati dan untuk mengenang leluhur yang dulunya menjadi orang yang berjasa di Dusun Dukoh.
Tantangan regenerasi
Kesenian Aki Sutopo pernah mengalami masa yang emas. Dimana kesenian tersebut berhasil menarik minat para penonton untuk mengundang dalam acara hajatan. Desa tetangga bahkan sampai daerah luar kota berminat mengundang Kesenian Aki Sutopo untuk tampil di acara-acara tertentu. Menurut Bapak Wal Murtadho, pada masa sekarang ini ada kesulitan tersendiri untuk tetap melestarikan budaya Kesenian Aki Sutopo. kesulitan tersebut adalah tentang regenerasi. Faktor waktu dan ekonomi menjadi masalah dalam regenerasi karena banyak dari masyarakat yang bekerja dan tidak memiliki waktu dalam hal melestarikan budaya kesenian tersebut.
Gambar
Narasumber
- Bapak Wal Murtadho, 39 tahun, Kadus Dukoh desa Karanganyar