(Narasi oleh Arif Sutoyo dan Nur Kholiq)

Narasi

Tak jauh dari rumah Mbak Yamti, pembuat emping mlinjo ada seorang Ibu pembuat tempe yang masih setia dengan cara yang masih sangat tradisional, Ibu Nakiyah namanya. Ia juga mewarisi pembuatan tempe dari ibunya yang juga seorang pembuat tempe. Sosok ibu yang sudah berusia 50 an tahun ini mulai aktif terjun langsung membuat tempe sejak usia belia. Dengan pembungkusnya yang masih memakai daun pisang, tempe buatannya punya cita rasa yang khas, sedap dan sangat gurih. Tempe buatannya sudah cukup terkenal dan menjadi buruan para pecinta kuliner penghasil protein nabati ini.

Sejah Subuh

Ibu Nakiyah mengawali proses pembuatan tempe sejak jam 5 pagi sehabis subuh. Kedelai yang sudah direndam dan dicuci hingga bersih, kemudian Ia rebus. Setelah matang, kedelai tersebut diangkat dan diletakkan di atas irik atau alat penyaring semacam eblek yang permukaanya berongga untuk meniriskan. Kedelai yang telah tiris lalu direndam di dalam wadah berisi air dingin selama semalam sampai mengeluarkan bau asam. Setelah itu, kedelai dicuci menggunakan air bersih dengan cara digilas (ditindih) menggunakan kaki yang bersih supaya lebih mudah dalam pengelupasan kulit arinya. Kedelai yang telah rerkelupas dari kulit arinya kemudian dikukus untuk beberapa saat, lalu diangkat dan didiamkan atau di-ler (Jawa) sampai dingin. Setelah dingin, barulah masuk tahap selanjutnya, yaitu peragian dengan cara  mencampurkan kedelai dengan ragi dan diaduk hingga rata. Dalam 10 kg kedelai, menurut panduan warung, dibutuhkan 1 sendok makan ragi. Meski demikian, Ibu Nakiyah hanya menggunakan 1 sendok teh saja, menurutnya itu sudah cukup, “Karena, kalo kebanyakan akan menjadikan tempe terasa pahit“, tambahnya. Setelah proses peragian, kedelai kemudian dibungkus dengan daun pisang. Selama proses pembungkusan ini, Ibu Nakiyah dibantu oleh 2 anak perempuannya, kadang kala juga oleh Bapak Suroto suaminya. Dulu, sebelum terkena musibah yang mengakibatkan tangannya bermasalah, Ibu Nakiyah sanggup membungkus lebih dari 20 kg kedelai menjadi tempe dalam sehari semalam. Tempe buatan Ibu Nakiyah akan siap untuk dikonsumsi setelah didiamkan atau difermentasi dalam suhu ruang selama 2-3 hari.

Pantangan

Ada semacam pantangan dalam proses pembuatan tempe, yang mengakibatkan Ibu Nakiyah hanya menggunakan air yang benar-benar bersih dan jernih. Ia juga menjaga kebersihan diri dan keluarganya sebelum menyentuh kedelai. Ibu Nakiyah sangat berhati-hati dalam hal kebersihan ini. Pernah suatu ketika, salah satu anggota keluarganya pulang dari melayat atau kondangan terus menyentuh kedelai. Hasilnya, proses fermentasi  terganggu yang mengakibatkan kedelai tidak menjadi tempe.  “Ora putih“, kalau Ibu Nakiyah bilang.

Demikian cerita tentang ibu-ibu tangguh dari Dusun Parakan. Semoga apa yang mereka jaga bisa diteruskan oleh generasi berikutnya.

 

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Ibu Nakiyah, 50 tahun, pelaku budaya, Dusun Parakan Desa Ngargogondo

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...