nandur pari- desa Bigaran Borobudur

Nandur pari di desa Bigaran Borobudur

 

Narasi

(Narasi oleh : Alia Noviardita, Ahmad Saeful M, dan Zulfikar Maulana M)

Pengetahuan mengenai cara-cara pertanian merupakan sebuah warisan ilmu pengetahuan yang diajarkan secara turun-temurun. Berawal dari kegiatan njajah desa milangkori yang saya lakukan ternyata menemukan berbagai macam aktivitas pertanian yang mungkin banyak orang diluar sana tidak mengetahui cara dan fungsinya bahkan anak-anak muda di Bigaran juga banyak yang tidak mengetahui. Penting untuk ditulis dan didokumentasikan agar warisan ini tidak punah. Berikut beberapa aktivitas pertanian yang ada di Desa Bigaran:

Macul

Di hari itu saya bermain ke sawah bertemu dengan Bapak Suyoto (52) dari Dusun Karangsari yang sedang mencangkul sepetak sawah, namun bukan sawah milik pribadi melainkan tanah pemerintah yang baru iya garap. Beliau melakukan kegiatan macul atau mencangkul sudah dari usia mudanya namun yang dicangkul bukan tanah lapang persawahan melainkan sawah pegunungan. Untuk mencangkul di tanah persawahan baru Ia lakukan sejak anaknya sudah dewasa dan memiliki istri, dengan cara menyewa lahan milik pemerintah tersebut untuk digarap oleh keluarganya. Waktu beliau biasa macul dilakukan mulai pukul 07:00 pagi hari sampai jam 16:00 sore atau terkadang melebihi jam tersebut.

Cara mencangkul menurut beliau tidak ada tata cara tertentu untuk melakukannya, hanya saja seperti melakukan kegiatan lainnya dengan diawali mengucap basmalah dan berdoa. Cara mencangkul adalah dengan kedua tangan menggenggam gagang (dahan pegangan) cangkul. Tangan kanan bagian atas tangan kiri di bagian bawah, cangkul diayunkan ke tanah lalu tarik sambil membalikan tanah.

Matun

Saya menemui Ibu Sari (44) dari Dusun Wonojoyo yang sedang melakukan kegiatan di Sawah. Setelah saya datangi ternyata beliau sedang matun, menurutnya matun adalah kegiatan mencabut rumput-rumput yang ada di sekitar tanaman padi. Matun dilakukan saat rumput sudah mulai lebat. Sebenarnya dalam kegiatan ini tidak hanya sekedar mencabut rumput, namun juga mengambil hewan-hewan yang dapat merusak tanaman seperti keong (siput sawah). Kalau sudah mengembang nrucuk-nrucuk (keluar benih padi), matun sudah tidak dilaksanakan. Kegiatan ini dilakukan kurang lebih dua kali dalam masa satu kali panen.

Nandur Pari

Pagi-pagi sekitar pukul 07.30 WIB saya berjalan-jalan menyusuri sawah yang ada di Desa Bigaran, terlihat dari kejauhan ternyata ada Mbah Marini, berusia 65 tahun, yang sedang melakukan aktivitas. Saat saya datangi, ternyata beliau sedang melakukan aktivitas nandur pari. Menurutnya nandur pari adalah kegiatan yang dilakukan petani untuk menanam benih padi. Kegiatan ini dilakukan setelah selesai macul atau mencangkul. Setiap harinya beliau bisa menyelesaikan satu kotak sawah sampai jam 12.00 WIB. Menurutnya cara nandur pari yang benar adalah menancap benih pada tanah lalu berjalan mundur agar tidak merusak benih padi yang sudah ditanam.

Napeni Jagung

Sore itu saat saya sedang berjalan-jalan santai, saya melihat Ibu Siti Aisyah, seorang perempuan berusia 45 tahun, sedang asik melakukan sesuatu dengan biji-biji jagung, saat saya datangi dan tanya, ternyata aktivitas yang sedang Bu Siti lakukan adalah Napeni Jagung. Beliau bercerita bahwa Beliau berniat untuk menjual simpanan jagung yang Ia miliki namun sebelum dijual, beliau harus menapeni jagung agar jagung lebih bersih dari kotoran kotoran yang masih menempel.

Bu Situ Napeni jagung dengan menggunakan tampah, dengan cara memegang tampah menggunakan 2 tangan kemudian digerakkan ke atas bawah berulang kali sehingga jagung akan terangkat keatas, lalu ditangkap lagi dengan tampah. Kotoran akan tersaring di bagian atas tampah, kemudian kotoran dibuang dengan cara menggoyangkan tampah ke atas lagi sehingga kotoran dapat jatuh keluar dengan sendirinya. Menurutnya napeni tidak hanya dilakukan untuk jagung, tetapi bisa untuk juga gabah, beras, kapulogo, coklat dan lainnya.

Njemur Gabah

Proses ini dilakukan pascapanen, dengan tujuan agar mengeringkan gabah hingga kadar airnya berkurang supaya terhindar dari kemungkinan adanya serangga, jamur, dan bakteri. Pengeringan akan semakin cepat jika adanya sinar matahari. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan alas seperti terpal.  Proses ini dilakukan kurang lebih 3-4 hari.

 

Gambar

Relasi Budaya

Narasumber

  • Bapak Suyoto, 52 tahun, Pelaku macul, Dusun Karangsari
  • Ibu Sari 44 tahun, Pelaku napeni, dari Dusun Wonojoyo
  • Ibu Siti Aisyah, 45 tahun, Pelaku napeni jagung,
  • Mbah Marini, 65 tahun, pelaku Nandur pari

 

Sumber Lain

 

 

Dari Kanal

 

Ulasan...